Saturday, June 23, 2007

Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Indra Pramono dan Ita Sitasari

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN

Sebagai muslim kita yakin bahwa melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah, telah diatur garis besar aturan untuk menjalankan kehidupan ekonomi, dan untuk mewujudkan kehidupan ekonomi, sesungguhnya Allah telah menyediakan sumber daya Nya dan mempersilahkan manusia untuk memanfaatkannya, sebagaimana firman-Nya dalam:

QS. Al Bagaroh (2) ayat 29:

“ Dia lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menciptakan langit, lalu dijadikan Nya tujuh langit, dan dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Namun, pada kenyataannya, kita dihadapkan pada system ekonomi konvensional yang jauh lebih kuat perkembangannya daripada system ekonomi islam. Kita lebih paham dan terbiasa dengan tata cara ekonomi konvensional dengan segala kebaikan dan keburukannya..

Sebagai muslim, kita dituntut untuk menerapkan keislamannya dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dari aspek ekonomi. Maka mempelajari sistem ekonomi Islam secara mendalam adalah suatu keharusan, dan untuk selanjutnya disosialisasikan dan diterapkan.

Makalah ini disusun dari berbagai sumber dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang ekonomi Islam. Untuk memudahkan pemahaman, pendekatan yang digunakan adalah melalui analisis perbandingan dengan system ekonomi konvensional.






I. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Perbedaan Ekonomi Islam dan Konvensional

1. Sumber (Epistemology) dan Tujuan Kehidupan

Ekonomi Islam berasaskan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Perkara-perkara asas muamalah dijelaskan di dalamnya dalam bentuk suruhan dan larangan. Suruhan dan larangan tersebut bertujuan untuk pembangunan keseimbangan rohani dan jasmani manusia berasaskan tauhid.

Ekonomi konvensional lahir berdasarkan pemikiran manusia yang bisa berubah berdasarkan waktu sehingga tidak bersifat kekal dan selalu membutuhkan perubahan-perubahan.

Tujuan yang tidak sama tersebut akan melahirkan implikasi yang berbeda. Pakar ekonomi Islam bertujuan untuk mencapai al-falah di dunia dan akhirat, sedangkan pakar ekonomi konvensional mencoba menyelesaikan segala permasalahan yang timbul tanpa ada pertimbangan mengenai soal ketuhanan dan keakhiratan tetapi lebih mengutamakan untuk kemudahan dan kepuasan manusia di dunia saja. Ekonomi Islam meletakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini dimana segala bahan-bahan yang ada di bumi dan di langit adalah diperuntukan untuk manusia, firman Allah SWT dalam QS an-Nahl ayat 12-13:

“ Dan dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya), (QS an-Nahl:12)
Dan dia (menundukan pula) apa yang dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhna pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran (QS an-Nahl:13)”


Harta dalam ekonomi islam bukan tujuan kehidupan tetapi sebagai jalan untuk mencapai nikmat dunia akhirat. Sedangkan ekonomi konvensional meletakan keduniawian sebagai tujuan utama yang mengutamakan kepentingan individu atau golongan tertentu serta menindas golongan atau individu yang lemah.

2. Masalah Kelangkaan dan Pilihan

Dalam ekonomi konvensional masalah ekonomi timbul karena adanya kelangkaan sumber daya yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Dalam Islam, kelangkaan sifatnya relatif bukan kelangkaan yang absolut dan hanya terjadi pada satu dimensi ruang dan waktu tertentu dan kelangkaan tersebut timbul karena manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengelola sumberdaya yang telah diciptakan Allah.

Kelangkaan membutuhkan pengetahuan untuk melakukan pilihan. Dalam ekonomi konvensional, masalah pilihan sangat tergantung pada macam-macam sifat individu. Mereka mungkin tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Dalam ekonomi Islam, kita tidak berada pada kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber semau kita. Dalam hal ini ada pembatasan yang tegas berdasarkan kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah atas tenaga individu. Dalam Islam kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa, sehingga dengan pengaturan kembali keadaannya, tidak seorangpun menjadi lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk di dalam kerangka Al Qur’an atau Sunnah.

3. Konsep Harta dan Kepemilikan

Semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah (QS al-Baqaroh ayat 284) dan manusia adalah khalifah atas harta miliknya (QS al-Hadid ayat 7). Maksud dari kalimat tersebut adalah bahwa semua harta yang ada ditangan manusia pada hakekatnya kepunyaan Allah, karena Dia yang menciptakan. Akan tetapi, Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya.



Jelaslah bahwa dalam Islam kepemilikan pribadi, baik atas barang-barang konsumsi ataupun barang-barang modal, sangat dihormati walaupun hakikatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain dan dengan ajaran Islam. Sementara dalam ekonomi kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan pemanfaatannya pun bebas, sedangkan dalam ekonomi sosialis justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan negara.

Salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain adalah Zakat. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam. Jika dalam ekonomi konvensional pemerintah memperoleh pendapatan dari sumber pajak, bea cukai dan pungutan, maka Islam lebih memperkayanya dengan zakat, jizyah, kharas (pajak bumi) dan pampasan perang.

4. Konsep Bunga

Suatu system ekonomi Islam harus bebas dari bunga (riba) karena riba merupakan pemerasan kepada orang yang terdesak atas kebutuhan. Islam sangat mencela penggunaan modal yang mengandung riba. Dengan alasan inilah, modal telah menduduki peranan penting dalam ekonomi Islam. (tambahin dong)


B. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam


1. Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi Islam adalah suatu ilmu yang multidimensi/interdisiplin, komprehensif dan saling terintegrasi, meliputi ilmu syariah yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunah, dan juga ilmu rasional (hasil pemikiran dan pengalaman manusia), dimana dengan ilmu ini manusia dapat mengatasi masalah-masalah keterbatasan sumberdaya untuk mencapai falah.


Falah yang dimaksud adalah mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusia, yang meliputi aspek spiritualitas, moralitas, ekonomi, sosial, budaya, serta politik baik yang dicapai didunia maupun di akhirat.
(Mustafa Edwin Nasution & tim)

Ekonomi Islam adalah ekonomi yang memiliki empat nilai utama, yaitu: Rabbaniyyah, Ahlak, Kemanusian dan Pertengahan, dimana nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan atau keunikan yang utama bagi ekonomi Islam.

Nilai-nilai ekonomi Islam itu adalah:

a. Ekonomi Ilahiah, karena titik berangkatnya dari Allah, tujuannya mencari ridha Allah dan cara-caranya tidak bertentangan dengan syari’atNya. Kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi, penukaran, dan distribusi, diikatkan pada prinsip Ilahiah dan pada tujuan Ilahiah, sebagaimana firman-Nya:

“Dia-lah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya, dan makanlah dari sebagian rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu kembali setelah dibangkitkan” (QS al-Mulk:15)

Ekonomi dalam pandangan Islam bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi merupakan kebutuhan manusia dan sarana yang lazim baginya agar bisa bertahan hidup dan bekerja untuk mencapai tujuannya yang tinggi.. Ekonomi merupakan sarana penunjang baginya dan menjadi pelayan bagi aqidah dan risalahnya. Islam adalah sistem yang sempurna bagi kehidupan, baik kehidupan pribadi, umat, kehidupan semua segi seperti pemikiran, jiwa, dan ahlak. Juga pada segi kehidupan dibidang ekonomi, social maupun politik.

Ekonomi adalah bagian dari Islam. Ia adalah bagian yang dinamis dan bagian yang sangat penting, tetapi bukan asas dan dasar bagi bangunan Islam, bukan titik pangkal ajarannya, bukan tujuan risalahnya, bukan ciri peradabannya dan bukan pula cita-cita umatnya



Ekonomi Islam adalah ekonomi yang memiliki pengawasan internal atau hati nurani, yang ditumbuhkan oleh iman didalam hati seorang muslim, dan menjadikan pengawas bagi dirinya. Hati nurani seorang muslim tidak akan mengizinkan untuk mengambil yang bukan haknya, memakan harta orang lain dengan cara yang batil, juga tidak memanfaatkan keluguan dan kelemahan orang yang lemah, kebutuhan orang yang mendesak, atau memanfaatkan krisis makanan, obat-obatan, dan pakaian dalam masyarakat. Seorang muslim tidak akan memanfaatkan kesempatan untuk meraup milyaran rupiah dari kelaparan orang yang lapar dan penderitaan orang yang menderita.

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada Hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian dari harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahuinya”, (QS al-Baqarah:189)

b. Ekonomi Ahlak, Bahwa ekonomi Islam memadukan antara ilmu dan ahlak, karena, ahlak adalah daging dan urat nadi kehidupan Islami. Karena Risalah adalah risalah ahlak, sesuai sabda Rasulullah saw:

“Sesungguhnya tiadalah aku diutus, melainkan hanya untuk menyempurnakan ahlak”, (al-Hadits)

Sesungguhnya Islam sama sekali tidak mengizinkan ummatnya untuk mendahulukan kepentingan ekonomi di atas pemeliharaan nilai dan keutamaan yang diajarkan agama.

Kesatuan antara ekonomi dan ahlak ini akan semakin jelas pada setiap langkah-langkah ekonomi, baik yang berkaitan dengan produksi, distribusi, peredaran, dan konsumsi. Seorang muslim – baik secara pribadi maupun secara bersama-sama – tidak bebas mengerjakan apa saja yang diinginkannya atau apa yang menguntungkannya.

Masyarakat muslim juga tidak bebas sebebas-bebasnya dalam memproduksi berbagai macam barang, mendistribusikan, mengeluarkan dan mengkonsumsinya, tetapai terikat oleh undang-undang Islam dan hukum syari’atnya.

c. Ekonomi Kemanusiaan, ekonomi Islam adalah ekonomi yang berwawasan kemanusiaan, karena tidak ada pertentangan antara aspek Ilahiah dengan aspek kemanusiaan, karena menghargai kemanusiaan adalah bagian dari prinsip Ilahiah yang telah memuliakan manusia dan menjadikannya sebagai Khalifah-Nya dimuka bumi ini. Jika prinsip-prinsip ekonomi Islam berlandaskan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, yang merupakan nash-nash Ilahiah, maka manusia adalah pihak yang mendapatkan arahan (mukhathah) dari nash-nash tersebut. Manusia berupaya memahami, menafsirkan, menyimpulkan hukum, dan melakukan analogi (qiyas) terhadap nash-nash tersebut. Manusia pula yang mengusahakan terlaksananya nash-nash tersebut dalam realitas kehidupan. Manusia dalam system ekonomi adalah sasaran, sekaligus merupakan sarana.

Ekonomi islam juga bertujuan untuk memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya yang disyari’atkan. Manusia perlu hidup dengan pola kehidupan yang Rabbani dan sekaligus manusiawi, sehingga ia mampu melaksnakan kewajibannya kepada Tuhannya, kepada dirinya, kepada keluarganya, dan kepada sesama manusia.

“… Sesungguhnya Aku jadikan di muka bumi ini Khalifah..” (QS al-Baqarah: 30)

Nilai kemanusiaan terhimpun dalam ekonomi Islam pada sejumlah nilai yang ditunjukkan Islam di dalam al-Quran dan as-Sunnah. Dengan nilai tersebut muncul warisan yang berharga dan peradaban yang istimewa.

d. Ekonomi Pertengahan, artinya bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan pada prinsip pertengahan dan keseimbangan yang adil. Islam menyeimbangkan antara dunia dan akhirat, antara individu dan masyarakat. Di dalam individu diseimbangkan antara jasmani dan ruhani, antara akal dan hati, antara realita dan fakta.

Dalam bidang ekonomi kita menemukan pelaksanaan prinsip keseimbangan pada semua bidang. Ia menyeimbangkan antara modal dan aktifitas, antara produksi dan konsumsi, antara barang-barang yang diproduksi antara satu dengan yang lainnya.

Ekonomi Islam tidak pernah melupakan unsur materi, pentingnya materi bagi kemakmuran dunia, kemajuan ummat manusia, realisasi kehidupan yang baik baginya, dan membantu melaksanakan kewajibannya. Akan tetapi Islam senantiasa mempertegas bahwa kehidupan ekonomi yang baik, walaupun merupakan tujuan Islam yang dicita-citakan, bukanlah tujuan akhir. Ia, pada hakikatnya, adalah sarana untuk mencapai tujuan yang lebih besar dan lebih jauh.

Sedangkan ekonomi Islam menjadikan tujuan di balik kesenangan dan kesejahteraan kehidupan adalah meningkatkan jiwa dan ruh manusia menuju kepada Tuhannya. Manusia tidak boleh disibukkan semata oleh usaha pencarian kemenangan dan materi, sehingga lupa akan ma’rifah kepada Allah, ibadah kepada-Nya, berhubungan baik dengan-Nya dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan yang lebih baik dan lebih kekal.
(Dr, Yusuf Qardhawi)


“Islamic Economics is the knowledge and applications and rules of the syariah that prevent injustice in the requisition and disposal of material resources in order to provide satisfaction to human being and enable them to perform they obligation to Allah and the society”
(Hasanuz Zaman)

“Islamic economics is the Muslim thinker”response to the economic challenges of their times. In this endeavor they were aided by the Quran and the Sunna as well as by reason and experience”
(M Nejatullah Siddiqi)




“Islamic Economics aims at the study of human falah (well being) achieved by organizing the resources of the earth on basis of cooperation and participation”
(M Akram Khan)


2. Prinsip-Prinsip Dasar

Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

Ekonomi Islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut ekonomi Rabbani karena sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiah. Dikatakan ekonomi Insani karena system ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.

Keimanan sangat penting dalam ekonomi Islam karena secara langsung akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera dan preferensi manusia. Berbeda dengan paham naturalis yang menempatkan sumberdaya sebagai factor terpenting atau paham monetaris yang menempatkan model financial sebagai yang terpenting, dalam ekonomi Islam sumber daya insani menjadi faktor terpenting. Manusia menjadi pusat sirkulasi manfaat ekonomi dari berbagai sumber daya yang ada.

Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung-jawabkannya di akhirat nanti.
Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.

Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam adalah kerjasama. Seorang muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam Al Qur'an: 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara kamu…' (QS 4 : 29).

Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur'an mengungkap kan bahwa, 'Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…' (QS 57:7). Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis, dimana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum.

Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, "Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput dan api" (Al Hadits). Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak boleh dikuasai oleh individu.

Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur'an sebagai berikut: 'Dan takutlah pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak teraniaya…' (QS 2:281). Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.

Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (Nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat para alim-ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari transaksi (Net Earning from Transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari pendapatan bersih investasi.

Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur'an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur'an secara berturut-turut dari QS 39:39, QS 4:160-161, QS 3:130-131 dan QS 2:275-281.

II. KESIMPULAN

Ekonomi Islam sangat berbeda dengan ekonomi konvensional, dimana ekonomi konvensional lahir dari pemikiran manusia yang bisa berubah berdasarkan waktu sehingga tidak bersifat kekal dan selalu membutuhkan perubahan-perubahan, sedangkan ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan nilai-nilai utama seperti Rabbaniyyah, ahlak, kemanusian dan pertengahan.

Ekonomi Islam didasari oleh pokok-pokok petunjuk, kaidah-kaidah pasti, arahan-arahan prinsip yang bersumberkan dari nash-nash Qur’an dan Hadist yang bersifat kekal tidak akan mengalami perubahan.

Ekonomi konvensional muncul sebagai akibat dari kelangkaan sumber daya dibandingkan dengan keinginan manusia yang serba tidak terbatas, sementara ekonomi Islam tidak menjadikan kelangkaan dan pemenuhan keinginan manusia menjadi penyebab timbulnya permasalahan ekonomi, melainkan hanya bersifat relatif bukan absolute dan hanya terjadi pada suatu dimensi ruang dan waktu.


III. REFERENSI


a. Dr. Yusuf Qhardawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam
b. Mustafa Edwin Nasution, Nurul Huda, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Group, Juli 2006.
c. Drs. Zainul Arifin, MBA Prinsip-prinsip Operasional Bank IslamWednesday, 22 November 2000 www.tazkiaonline.com
d. Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik, Tazkia Institute dan Gema Insani, Maret 2001.
e. N.Gregory Mankiw, Principles of Economics, Harcourt College Publishers
f. Achyar Eldine, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, wacana.

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM

Yuria Pratiwhi C, Reza Hakim, RR. Grace Nurhandayani

PENDAHULUAN

Sejak adanya kehidupan manusia di permukaan bumi, hajat untuk hidup secara kooperatif di antara manusia telah dirasakan dan telah diakui sebagai faktor esensial agar dapat bertahan dalam kehidupan. Seluruh anggota manusia bergantung kepada yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Ketergantungan mutualistik dalam kehidupan individu dan sosial di antara manusia telah melahirkan sebuah proses evolusi bertahap dalam pembentukan sistem pertukaran barang dan pelayanan. Dengan semakin berkembangnya peradaban manusia dari zaman ke zaman, sistem pertukaran ini berevolusi dari aktivitas yang sederhana kepada aktivitas ekonomi yang modern.
Ilmu ekonomi konvesional, yang mendominasi pemikiran ekonomi modern, telah menjadi sebuah disiplin ilmu yang sangat maju dan canggih, melalui suatu proses pengembangan panjang selama lebih dari satu abad. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu ekonomi konvensional memberikan kontribusi yang teramat besar bagi kemajuan kehidupan manusia secara materil, terutama sesudah Perang Dunia II. Pada masa ini, revolusi ekonomi mampu memberikan kesejahteraan kepada manusia, berasamaan dengan meningkatnya produksi, membaiknya sarana komunikasi dan bertambahnya kemampuan eksploitasi sumber daya alam. Standar hidup di antara kelas pekerja menjadi lebih tinggi daripada bila mereka hanya bergantung pada pertanian.
Namun pada perkembangannya ekonomi konvensional terbukti gagal mempertahankan idealismenya. Kondisi-kondisi ideal yang dijadikan asumsi dalam teori ekonomi konvensional tidak pernah tercapai. Bahkan dalam setengah abad terakhir ekonomi konvensional semakin menampakkan kelemahannya. Timbulnya kapitalisme memperbesar kesenjangan antar orang kaya dan orang miskin, antara pekerja dan pemilik modal, antara negara maju dan negara berkembang serta menyebabkan tingginya inflasi dan bertambahnya jumlah pengangguran.Hal tersebut dibuktikan pula dengan hasil penelitian lembaga the New Economics Foundation (NEF) Inggris tentang hubungan antara pertumbuhan pendapatan per kapita dengan proporsi atau share dari pertumbuhan tersebut yang dinikmati oleh kaum miskin. Mereka menemukan bahwa pada dekade 1980-an, dari setiap kenaikan 100 dolar AS pendapatan per kapita dunia, maka kaum miskin hanya menikmati 2,2 dolar AS, atau sekitar 2,2 persen. Artinya 97,8 persen lainnya dinikmati oleh orang-orang kaya. Kemudian pada kurun waktu tahun 1990 hingga 2001, kesenjangan tersebut semakin menjadi-jadi. Setiap kenaikan pendapatan per kapita sebesar 100 dolar AS, maka persentase yang dinikmati oleh orang-orang miskin hanya 60 sen saja, atau sekitar 0,6 persen. Sedangkan sisanya, yaitu 99,4 persen, dinikmati oleh kelompok kaya dunia. Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan share kelompok miskin sebesar 73 persen. Fakta tersebut menunjukkan bahwa perekonomian dunia saat ini cenderung bergerak kepada ketidakseimbangan penguasaan aset dan sumber daya ekonomi, yang menjadikan kelompok kaya menjadi semakin kaya, dan kelompok miskin semakin miskin.
Dalam kondisi ini, selama tiga atau empat dekade terakhir mulai dikembangkan sistem perekonomian Islam sebagai solusi kondisi perekonomian internasional.
Al Quran sebagai Kitab Suci Umat Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif) dan abadi (universal) bagi seluruh umat manusia. Al Quran mengandung prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi yang ada dalam berbagai ayat di Al Qur’an dilengkapi dengan sunah-sunah dari Rasulullah melalui berbagai bentuk Al Hadits dan diterangkan lebih rinci oleh para fuqaha pada saat kejayaan Dinul Islamiyah baik dalam bentuk Al Ijma maupun Al Qiyas.
Pada masa Rasulullah, Islam memberikan ruang yang sangat luas bagi berkembangnya perekonomian. Salah satu prinsip dasar dalam muamalah ‘segala sesuatu hukumnya mubah, kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya’ menjadi pendorong utama inovasi ekonomi yang mempercepat pertumbuhan ekonomi Islam.
Pada masa Khilafah Rasyidah, ilmu ekonomi semakin berkembang. Pada masa ini masyarakat mencapai taraf kesejahteraan yang tinggi, yang semakin bertambah pada masa ‘Umar bin Abdul ‘Aziz.
Ekonomi Islam mencapai puncak kejayaannya seiring dengan kejayaan Islam secara keseluruhan pada masa khalifah Harun al Rasyid. Masa kekhalifahan Harun al Rasyid berlangsung hampir seperempat abad (170-193H/786-809 M), ketika Baghdad tumbuh dari sebuah kekosongan menjadi pusat dunia kekayaan dan pendidikan. Pada masa ini, aktivitas-aktivitas komersial berkembang sampai ke Cina. Ketersediaan bantuan keuangan yang melimpah bagi para mahasiswa dan sarjana menjadikan dunia muslim sebagai suatu tempat pertemuan bagi para sarjana dari segala bidang pengajaran dan berbagai aliran dan agama. Keadilan dalam sistem perpajakan pertanian menghasilkan tingginya produksi pertanian dan meningkatnya kesejahteraan petani.
Namun berbagai permasalahan internal dan eksternal umat Islam, termasuk kerusakan moral dan peristiwa perang salib, telah melemahkan ekonomi Islam dan menghentikan perkembangan ilmu ekonomi Islam selama satu setengah abad.
Berdasarkan sejarah yang menunjukkan efektifitas sistem perekonomian Islam bila dilaksanakan sesuai tuntunan Allah dan Rasulnya, sistem ekonomi Islam kembali dilirik sebagai solusi berbagai permasalahan sosial ekonomi internasional.
Pada makalah ini, penulis mencoba membahas berbagai perbedaan di antara ilmu ekonomi konvensional dan ilmu ekonomi Islam ditinjau dari sisi moral dan etika, serta merumuskan prinsip prinsip ekonomi Islam yang menjadi dasar Ilmu ekonomi Islam.

PERBEDAAN EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI KONVENSIONAL DITINJAU DARI MORAL DAN ETIKA

1. DEFINISI
Ilmu ekonomi konvensional berangkat dari pernyataan ‘tidak terbatasnya keinginan manusia, sementara alat pemuas segala keinginan tersebut terbatas’. Dengan demikian ilmu ekonomi konvensional didefinisikan sebagai “suatu ilmu yang mempelajari cara pengelolaan sumberdaya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas”.
Definisi ini pada akhirnya menjadikan kepentingan individu sebagai sasaran utama perekonomian, sehingga masyarkat dipandang hanya sebagai suatu kumpulan individu yang disatukan oleh kepentingan diri. Pendekatan ini memuluskan jalan bagi diperkenalkannya falsafah Darwinisme sosial, yang merupakan perluasan prinsip ‘si kuat adalah pemenang’ dan seleksi alam dari teori Darwin dapat diterapkan pada manusia. Hal ini memberikan justifikasi terselubung bagi penerimaan konsep ‘kekuatan adalah yang benar’, sehingga orang miskin dianggap bertanggung jawab terhadap kemiskinan mereka sendiri dan orang kaya dapat membebaskan diri mereka dari rasa tanggung jawab terhadap penghapusan ketidakadilan sistem ini.
Ilmu ekonomi Islam berangkat dari firman Allah yang menyatakan bahwa sumber daya alam ini diciptakan seluruhnya untuk kepentingan manusia. Namun manusia memiliki keterbatasan dalam mengelola sumber-sumber daya tersebut. Disisi lain keinginan manusia dalam Islam dibingkai oleh konsep halal haram yang membatasi meluapnya hawa nafsu manusia.
Umar Chapra mendefinisikan ilmu ekonomi Islam sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama dengan maqashid, tanpa mengekang kebebasan individu, menciptakan ketidakseimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan moral masyarakat.
M. Hasanuzzaman mendefinisikan ilmu ekonomi Islam sebagai pengetahuan dan aplikasi dari anjuran dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya materiil sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat

2. TUJUAN
Ilmu ekonomi konvensional telah mencanangkan dua tujuan. Tujuan yang pertama bersifat positif dan berhubungan dengan realisasi ‘efisiensi’ dan ‘pemerataan’ dalam alokasi dan distribusi sumber-sumber daya.Tujuan yang lain dapat dianggap sebagai normatif dan diungkapkan dalam bentuk tujuan tujuan sosioekonomi yang secara universal diinginkan, seperti pemenuhan kebutuhan, keadaan kesempatan kerja penuh, laju pertumbuhan ekonomi yang optimal, distribusi pendapatan yang adil(merata), stabilitas ekonomi dan keseimbangan lingkungan hidup.
Sepintas lalu kedua tujuan ini sangat ideal, karena dmaksudkan untuk melayani kebutuhan individu dan masyarakat. Namun dalam prakteknya, kedua tujuan ini menjadi tidak konsisten. Bahkan negara-negara yang kaya tenyata tidak mampu memenuhi tujuan normatifnya, sekalipun mereka memiliki sumber-sumber daya yang besar. Jika sebagian tujuan ini terwujud, hal ini hanya dapat dilakukan dengan merugikan tujuan yang lain. Misalnya, tujuan efisiensi dengan penggunaan mesin industri diperoleh dengan merugikan tujuan perluasan kesempatan kerja, atau sebaliknya. Bukti-bukti menunjukkan bahwa kegagalan ini makin hari makin kentara di seluruh belahan dunia.
Ilmu ekonomi Islam, selain berkonsentrasi pada alokasi dan distribusi sumber-sumber daya -seperti pada ekonomi konvensional-, namun tujuan utamanya adalah merealisasikan maqashid syari’ah.
Menurut Imam al Ghazali (505 H/1111 M) ‘tujuan utama syari’ah (maqashid syari’ah) adalah mendorong kesejahteraan manusia, yang terletak pada perlindungan terhadap agama mereka (dien), diri (nafs), akal, keturunan (nasl), dan harta benda (maal).
Sistem Ekonomi Syariah mempunyai beberapa tujuan, yakni:1.Kesejahteraan Ekonomi dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran QS. Al-Baqarah ayat 2 & 168, Al-Maidah ayat 87-88, Al-Jumu’ah ayat 10);
2.Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal (Qs. Al-Hujuraat ayat 13, Al-Maidah ayat 8, Asy-Syu’araa ayat 183)
3.Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (QS. Al-An’am ayat 165, An-Nahl ayat 71, Az-Zukhruf ayat 32);
4.Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial (QS. Ar-Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).
Tampak jelas bahwa ekonomi konvensional tidak memberi tempat pada keimanan (diin), sementara kehidupan, akal dan keturunan, sekalipun dianggap penting, hanya dianggap sebagai variabel eksogenous sehingga tidak mendapat perhatian yang memadai.
Dalam ekonomi Islam, keimanan ditempatkan pada urutan pertama karena keimanan berpengaruh signifikan terhadap hakikat, kuantitas dan kualitas kebutuhan materi dan psikologi dan juga cara memuaskannya. Harta benda ditempatkan pada tujuan terakhir bukan karena dianggap tidak penting, melainkan bahwa kemampuan harta dalam mewujudkan kebahagiaan manusia akan sangat bergantung dari manusia itu sendiri. Dengan kata lain, harta saja sebagai benda tidak dengan sendirinya mampu memberikan kebahagiaan kepada manusia.
Diri, akal dan keturunan berkaitan erat dengan manusia itu sendiri, sehingga kebahagiannya menjadi tujuan utama syari’at. Dengan memasukkan diri manusia, akal dan keturunannya akan memungkinkan terciptanya suatu pemenuhan yang seimbang terhadap semua kebutuhan hidup manusia, sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh ilmu ekonomi konvensional yang memberikan kesakralan yang berlebih-lebihan pada pasar dan hasil-hasilnya.

3. MANUSIA EKONOMI RASIONAL
Ilmu ekonomi konvensional sangat memegang teguh asumsi bahwa perilaku individu adalah rasional, sehingga setiap individu dianggap cukup cerdas unutuk mamasukkan faktor-faktor pencapaian tujuan normatif masyarakat, yang meliputi faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi .
Sayangnya, ilmu ekonomi konvensional tidak memberikan tempat yang memadai bagi rasionalitas model ini. Memasukkan kesejahteraan orang lain dalam faktor ekonomi berimplikasi pada semakin terbatasnya perilaku individu.Kondisi ini menjadi tidak relevan dengan paradigma ekonomi sekuler dan harus dikesampingkan. Edgeworth bahkan dengan tegas menyatakan bahwa ‘prinsip pertama ilmu ekonomi adalah setiap pelaku digerakkan hanya oleh kepentingannya sendiri’.Ilmu ekonomi telah menciptakan konsep imajiner tentang ‘manusia ekonomi’, dimana ‘tanggung jawab sosial satu-satunya adalah menciptakan keuntungannya’[Friedman(1972)].
Islam memberikan karakteristik perilaku rasional yang sangat tegas sehingga memungkinkan penggunaan sumber-sumber daya yang diberikan Allah dalam suatu cara yang menjamin kesejahteraan individu di dunia maupun di akhirat. Kekayaan dapat diperoleh dengan segala cara yang benar tanpa menimpakan kezhaliman kepada orang lain. Kekayaan itupun dapat dibelanjakan dan diinvestasikan secara produktif untuk memenuhi kebutuhan seseorang dan masyarakat secara seimbang. Dalam hal ini Islam memberikan konsep kebutuhan secara bertingkat, mulai dari kebutuhan yang harus dipenuhi meliputi dharuriyat (kebutuhan pokok), hajiyat (kebutuhan untuk mengurangi kesulitan), dan tahsiniyat (kebutuhan akan hal-hal yang akan mempermudah penunaian kewajiban), sampai pada kebutuhan yang dilarang untuk dipenuhi, meliputi taraf (bergelimangan dalam kesenangan), israf (berlebih-lebihan), tafakhur (berbangga-bangga), dan takatsur (berlomba dengan banyak harta).

4. OPTIMUM PARETO VS OPTIMUM ISLAM
Jean Baptiste Say (1767-1832) menyatakan bahwa sama halnya dengan jagat raya, ekonomi akan berjalan dengan baik jika ia dibiarkan sendiri. Pernyataan ini selanjutnya dikenal sebagai hukum Say.
Adam Smith, yang kemudian dikenal sebagai Bapak Ekonomi, mengklaim bahwa terdapat simetri antara kepentingan publik dan swasta.’jika setiap orang dibiarkan melampiaskan kepentingannya sendiri, ‘tangan gaib’ dari kekuatan-kekuatan pasar, lewat batasan-batasan yang dipaksakan oleh kompetisi akan mendorong kepentingan seluruh masyarakat sehingga menciptakan suatu keharmonisan antara kepentingan privat dan umum.(Smith [1723-1790(1937)]
Lebih lanjut teori ekuilibrium menyatakan bahwa interaksi bebas antara konsumen yang memaksimalkan nilai guna dan produsen yang memaksimalkan laba dalam kondisi pasar yang bersaing sempurna akan menentukan ekuilibrium harga bagi barang dan jasa.Harga-harga ini bersifat netral dan mengarah pada transfer sumber daya dari satu [engguna kepada pengguna lain. Dengan demikian, tanpa upaya dan campur tangan pihak lain, terdapat produksi dari konfigurasi barang dan jasa yang sesuai dengan preferensi konsumen. Konfigurasi ini disebut ‘Optimalitas Pareto’.Ia adalah keadaan yang paling ‘efisien’ karena tidak mungkin lagi meningkatkan efisiensi tanpa menyebabkan orang lain menjadi lebih jelek kondisinya.
Dalam konsep optimum Pareto, satu-satunya kebijakan yang dapat diterima adalah yang dapat membuat paling tidak satu orang menjadi lebih baik tanpa membuat yang lain lebih jelek. John Rawls menyatakan ‘tiap-tiap orang tidak boleh bertindak sendiri untuk meningkatkan kebahagiaan umum jika dalam berbuat demikian malah membuat orang lain menjadi lebih jelek’(Rawls 1958).
Pada akhirnya, konsep Optimum Pareto tidak mengakui solusi apapun yang menuntut pengorbanan dari pihak sekelompok kecil (orang kaya) untuk meningkatkan kesejahteraan jumlah yang lebih banyak (orang miskin).
Ekonomi Islam tidak memberi ruang bagi konsep Optimum Pareto. Berangkat dari konsep keadilan dalam ekonomi, para fuqaha telah meletakkan sejumlah qaidah ushul yang dapat membantu merealisasikan kesejahteraan untuk semua dalam satu cara yang seimbang dan adil. Di antara kaidah-kaidah tersebut adalah sebagai berikut:
Suatu kerugian atau pengorbanan privat dapat ditimpakan untuk menyelamatkan kerugian atau pengorbanan publik, dan suatu maslahat yang lebih kecil dapat dikorbankan untuk merealisasikan maslahat yang lebih besar (pasal 26)
Suatu kerugian yang lebih besar dapat digantikan oleh kerugian yang lebih kecil (pasal 27)
Kemaslahatan masyarakat yang lebih besar harus didahulukan daripada kemaslahatan minoritas yang lebih sempit; kemaslahatan publik harus didahulukan daripada kemaslahatan privat (pasal 28)
Penghapusan kesulitan dan bahaya harus didahulukan daripada mendapatkan kemaslahatan. (pasal 30)
Bahaya harus dihilangkan sejauh mungkin (pasal 31)
Rasulullah mengajarkan manusia untuk berdo’a, memohon perlindungan kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat. Mengacu pada do’a ini, tes untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu ilmu dapat dilihat dari sejauh mana kontribusi langsung dan tidak langsung yang diberikan ilmu tersebut bagi kesejahteraan manusia sesuai maqashid syari’ah.Ilmu ekonomi pun demikian.
Di dalam Islam, hanya ekuilibrium pasar yang harmoni, minimal tidak mengandung konflik dengan maqashid yang dapat dipandang sebagai optimum dan dapat diterima. Maka konsep optimum Islam berarti ekuilibrium pasar yang merefleksikan realisasi serentak tingkat optimalitas aspek efisiensi dan pemerataan yang selaras dengan maqashid.
Efisiensi optimum akan dicapai jika perekonomian telah mampu menggunakan seluruh potensi sumber daya materil dan manusia dalam suatu cara sehingga barang dan jasa dapat diproduksi dengan jumlah yang maksimal dengan tingkat stabilitas ekonomi yang masuk akal dan dengan laju pertumbuhan masa depan yang berkesinambungan.
Pemerataan Optimum dicapai bila barang dan jasa yang diproduksi dapat didistribusikan dalam suatu cara sehingga kebutuhan setiap individu dapat dipenuhi secara memadai. Juga terdapat distribusi kekayaan dan pendapat yang adil tanpa berdampak buruk pada motivasi kerja, menabung, investasi dan melakukan usaha.
Pada awalnya ekonomi konvensional tidak mengakui bahwa pemerataan dan efisiensi dapat berjalan berbarengan. Mereka berpendapat bahwa usaha untuk merealisasikan tingkat pemerataan optimal selalu mengorbankan efisiensi. Pada dasawarsa 1950-an dan 1960-an, wacana pemikiran dari para ekonom konvensional bukan saja mengabaikan aspek pemerataan, melainkan juga menekankan bahwa ‘redistribusi pendapatan yang memihak kepada kaum miskin tidak dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam arti output perkepala yang lebih besar’. Pandangan yang berlaku pada saat itu adalah jika pertumbuhan dapat dipercepat, mekanisme menetes ke bawah (trickle down mechanism) akan memecahkan persoalan kemiskinan dan distribusi pendapatan.
Namun Islam meyakini bahwa efisiensi dan pemerataan dapat berjalan selaras sesuai maqashid, tanpa mengorbankan salah satu aspek. Para sarjana muslim di sepanjang sejarah telah menekankan bahwa keadilan justru akan mendorong efisiensi dan pertumbuhan yang lebih besar, tidak saja dengan mempromosikan kedamaian dan solidaritas sosial, melainkan juga mendorong insentif bagi usaha dan inovasi yang lebih besar.
Barulah pada dasawarsa 1980-an, ekonomi pembangunan konvensional mengakui kenyataan ini. Pengalaman Jepang, Taiwan dan Korea Utara menunjukkan bahwa pertumbuhan dapat dicapai lebih cepat bila pemerataan ditekankan secara serentak. Pada edisi pertama buku Leading Issues in Development Economics (1964) buah tangan Gerald Meier, persoalan-persoalan kemiskinan, kesenjangan dan distribusi pendapatan nyaris tidak terlihat.Namun pada edisi keempatnya, terdapat penekanan substansial yang ditempatkan pada aspek distribusi pendapatan. Bahkan dalam salah satu bukunya yang juga terbit pada tahun 1984, dia mengatakan bahwa ‘keluar dari kemiskinan’ adalah ‘ilmu ekonomi yang benar-benar bermanfaat’.

PRINSIP-PRINSIP DALAM EKONOMI ISLAM

Islam sebagai agama Allah, mengatur kehidupan manusia baik kehidupan di dunia maupun akhirat. Perekonomian adalah bagian dari kehidupan manusia, maka tentulah hal ini ada dalam sumber yang mutlak yaitu Al-Qur’an dan As Sunnah, yang menjadi panduan dalam menjalani kehidupan. Kedudukan sumber yang mutlak ini menjadikan Islam sebagai suatu agama yang istimewa dibandingkan dengan agama lain sehingga dalam membahas perspektif ekonomi Islam segalanya bermuara pada Akidah Islam berdasarkan Al-Qur’an al Karim dan As Sunnah Nabawiyah.

Adapun yang dimaksud dengan Ekonomi Islam itu sendiri adalah sistem yang mengaplikasikan prinsip ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam, bagi setiap kegiatan ekonomi yang bertujuan menciptakan barang & jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Jika dilihat dari tujuannya, sekilas tidak ada perbedaan antara ekonomi Islam dan sistem Ekonomi lainnya, yaitu untuk mencari pemenuhan berbagai keperluan hidup manusia, baik bersifat pribadi atau kolektif. Demikian juga dengan prinsip dan motifnya, dimana setiap orang atau masyarakat berusaha mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dengan tenaga atau ongkos yang sekecil-kecilnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Namun sesungguhnya Ekonomi Islam secara mendasar berbeda dari sistem Ekonomi yang lain dalam hal Tujuan, Bentuk dan Coraknya. Sistem tersebut berusaha memecahkan masalah Ekonomi manusia dengan cara menempuh jalan tengah antara pola yang ekstrim yaitu kapitalis & komunis.

Singkatnya Ekonomi Islam adalah sistem Ekonomi yang berdasar pada Al-Qur’an & Hadist yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia di dunia dan akhirat (Al-Falah). Ada tiga asas Filsafat Ekonomi Islam yaitu :

Semua yang ada di dalam alam semesta ini adalah milik Allah SWT, manusia hanyalah khalifah yang memegang amanah dari Allah untuk mempergunakan milik Nya. Sehingga segala sesuatunya harus tunduk pada Allah sang pencipta & pemilik.

(An –Najm :31)
Dan hanya kepunyaan Allahlah apa yang ada dilangit dan dibumi supaya dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada mereka yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).

Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah, manusia wajib tolong menolong dan saling membantu dalam melaksanakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk beribadah kepada Allah.

Beriman kepada hari kiamat, yang merupakan asas penting dalam suatu sistem Ekonomi Islam karena dengan keyakinan ini tingkah laku Ekonomi manusia akan dapat terkendali sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya akan dimintai pertanggung jawaban kelak oleh Allah SWT

Selain dari asas filsafat tersebut diatas, Ekonomi Islam juga memiliki nilai-nilai tertentu yaitu :
Nilai dasar kepemilikan
Menurut sistem Ekonomi Islam :
Kepemilikan bukanlah penguasaan mutlak atas sumber-sumber ekonomi, tetapi setiap orang atau badan dituntut kemampuannya untuk memanfaatkan sumber-sumber ekonomi tersebut.
Lama kepemilikan manusia atas sesuatu benda terbatas pada lamanya manusia tersebut hidup di dunia.
Sumber daya yang menyangkut kepentingan umum atau yang menjadi hajat hidup orang banyak harus menjadi milik umum. Hal ini berdasarkan Hadist Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Ahmad & Abu daud yang mengatakan : “Semua orang berserikat mengenai tiga hal yaitu air (termasuk garam), rumput dan api” Sumber alam ini dapat dikiaskan (sekarang) dengan minyak dan gas bumi, barang tambang dan kebutuhan pokok manusia lainnya.

Keseimbangan
Keseimbangan yang terwujud dalam kesederhanaan, hemat dan menjauhi sikap pemborosan. Seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an :

(Al Furqon: 67)
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan hartanya, tidak boros dan tidak pula kikir, dan adalah pertengahan diantara demikian.

(Ar-Rahman: 9)
Dan tegakkanlah timbangan dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.

Keadilan
Keadilan di dalam Al Qur’an, kata adil disebutkan lebih dari seribu kali, setelah perkataan Allah dan Ilmu pengetahuan. Nilai keadilan sangat penting dalam ajaran Islam, terutama dalam kehidupan hukum Sosial, Politik dan Ekonomi. Untuk itu keadilan harus di terapkan dalam kehidupan Ekonomi seperti : proses distribusi, produksi, konsumsi dan lain sebagainya. Keadilan juga harus diwujudkan dalam mengalokasikan sejumlah hasil kegiatan ekonomi tertentu bagi orang yang tidak mampu memasuki pasar, melalui zakat, infaq dan hibah.

Selain dari ketiga nilai tersebut diatas, Islam memiliki nilai instrumental yang mempengaruhi tingkah laku ekonomi seorang muslim dan masyarakat pada umumnya. Adapun nilai instrumental tersebut adalah Zakat, Larangan Riba, Kerjasama Ekonomi dan Jaminan Sosial.

Jika nilai instrumental ini dilaksanakan maka akan terwujud system ekonomi yang seimbang, menguntungkan dan mensejahterakan semua pihak.



DAFTAR PUSTAKA
Chapra, Umer.2000. “The Future of Economics : An Islamic Perspektive”, The Islamic Foundation, UK.
Quthub, Muhammad.2001.”Islam Agama Pembebas”,Mitra Pustaka,Yogyakarta
Hafidhudin, Didin,”Dari Alternatif Menjadi Suatu Keharusan”,Republika, Minggu 03 September 2006
Merzagamal,”Islam dan Ilmu Ekonomi”, PenulisLepas.com,07 September 2006
Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Mustafa Edwin Nasution, M.Sc., MAEP, Ph.D, et al edisi I tahun 2006Ensiklopedi Islam Indonesia Jilid I, Tim penulis IAIN Syarif Hidayatullah – Cet 2 ed.

Prinsip-prinsip ekonomi islam

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ekonomi Islam bukanlah wacana baru dalam dunia sosial dan ilmiah. Ia merupakan suatu realitas yang terus menghadirkan kesempurnaan dirinya di tengah-tengah beragamnya sistem sosial dan ekonomi konvensional yang berbasis pada paham materialisme sekuler. Ia juga merupakan realitas ilmiah yang senantiasa menampakkan jati dirinya diantara konstelasi ilmu sosial yang juga berbasis pada sekulerisme bahkan atheisme. Diantara kedua arus tersebut, Ekonomi Islam mewakili sebuah kekuatan baru yang sedang membentuk dirinya untuk menjadi sebuah sistem yang matang serta mandiri dalam penalaran ilmiah. Kehadirannya bukan saja menjadi sebuah jawaban dari ketidakadilan sistem sosio ekonomi kontemporer, melainkan juga sebagai kristalisasi usaha intelektual yang telah berlangsung sangat panjang dalam kurun sejarah kaum Muslimin.

Ekonomi Islam dalam arti sebuah sistem ekonomi (nizhom al-iqtishad) merupakan sebuah sistem yang telah terbukti dapat mengantarkan umat manusia kepada real welfare (falah), kesejahteraan yang sebenarnya. Al-falah dalam pengertian Islam mengacu kepada konsep Islam tentang manusia itu sendiri. Dalam Islam, esensi manusia ada pada ruhaniahnya. Karena itu seluruh kegiatan duniawi termasuk dalam aspek ekonomi diarahkan tidak saja untuk memenuhi tuntutan fisik jasadiyah melainkan juga memenuhi kebutuhan ruhani dimana ruh merupakan esensi manusia.

Konsep ekonomi konvensional tentang welfare yang begitu sempit dan gersang menyebabkan diabaikannya aspek ruhani umat manusia. Pola dan proses pembangunan ekonomi diarahkan semata-mata untuk meningkatkan perkapita income, konsumsi fisik yang sarat dengan aroma hedonisme dan memompa produk-produk ke pasaran tanpa mempertimbangkan dampak negatif bagi aspek kehidupan lain.
Ekonomi Islam baik dalam pengertian ilmu sosial maupun sebuah sistem, kehadirannya tidak berlatar belakang apologetik. Dalam artian, bahwa sistem ini dulu pernah memegang peranan penting dalam perekonomian dunia yang diklaim sekarang sebagai sesuatu yang baik secara taken for granted. Juga tidak disebabkan karena sistem ekonomi kapitalis mengandung banyak kelemahan dan ketidakadilan. Ekonomi Islam datang karena tuntutan dari kesempurnaan Islam itu sendiri.

Sekalipun masih sangat belia, dikaitkan dengan usia sebuah peradaban, Ilmu Ekonomi Islam ternyata mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Perkembangan ini tidak hanya terjadi di negara-negara mayoritas muslim saja, melainkan juga meliputi negara-negara di Eropa dan Amerika. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya pusat-pusat pendidikan bergengsi di Eropa dan Amerika yang mengajarkan materi Ekonomi Islam mulai dari S-1 sampai dengan S-3. Kini banyak sekali literatur tentang Ekonomi dan Keuangan Islam ditulis oleh para sarjana dan pakar ekonomi Barat. Demikian juga lembaga-lembaga keuangan Islam, kini tidak lagi dimiliki dan dikelola oleh sumberdaya manusia muslim. Dengan kemajuan yang dicapai pada tahap sekarang ini, kita dapat memprediksi bahwa perkembangan Ekonomi Islam ke depan akan sangat besar dan berpengaruh secara global.

Ditengah kehidupan global yang sedang krisis, terdapat kesadaran transedental untuk mengembalikan segala prolematika kehidupan kepada nilai-nilai Islam, dan mempelajari khazanah Islam dengan mensinkronisasikan sistem kehidupan yang ada. Kesadaran yang ada dalam masyarakat Islam akhirnya mengkristal dalam kebangkitan Islam diseluruh dunia. Kebangkitan ini mendorong intelektual muslim untuk meningkatkan kemampuan intelektualnya guna mengkaji, memahami, menganalisa dan mengelaborasi sumber-sumber hukum dan kitab peninggalan umat Islam untuk menemukan sebuah konsep dan paradigma baru dalam semua aspek kehidupan. Salah satu manifestasi kebangkitan Islam adalah adanya keinginan intelektual muslim untuk mengembalikan perkembangan pemikiran dan pengetahuan tentang frame Islami, seiring dengan perkembangan zaman.

1.2 Pembahasan
Dalam tulisan ini penulis akan membahas mengenai prinsip-prinsip Ekonomi Islam dimana akan dikaji mengenai perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional ditinjau dari segi moral dan etika, dan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang tidak terlepas dari Sistem Ekonomi Islam.


BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

2.1 Sistem Ekonomi Islam
Sistem Ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam. Sumber dari keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-Quran, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Nilai nilai sistem ekonomi Islam ini merupakan bagian integral dari keseluruhan ajaran Islam yang komprehensif dan telah dinyatakan Allah SWT sebagai ajaran yang sempurna. Karena didasarkan pada nilai Ilahiyah, sistem ekonomi Islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang didasarkan pada ajaran kapitalisme, dan juga berbeda denga sistem ekonomi sosialis yang didasarkan pada ajaran sosialisme. Sistem ekonomi Islam memiliki sifat-sifat baik dari kapitalisme dan sosialisme, namun terlepas dari sifat buruknya.

2.2 Prinsip Dasar
Ekonomi Islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut ekonomi Rabbani karena sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilaiyah. Lalu ekonomi Islam dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.

Keimanan memegang peranan penting dalam ekonomi Islam, karena secara langsung akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera, dan preferensi manusia, sikap-sikap terhadap manusia, sumberdaya dan lingkungan. Menurut Chapra (The Future of Economic) cara pandang ini akan sangat mempengaruhi sifat, kuantitas dan kualitas kebutuhan materi maupun kebutuhan psikologis dan metode pemenuhannya. Keyakinan demikian juga kan senantiasa meningkatkan keseimbangan antara dorongan materil dan spritual, meningkatkan solidaritas keluarga dan sosial, dan mencegah berkembangnya kondisi yang tidak memiliki standar moral. Keimanan akan memberikan saringan moral yang memberikan arti dan tujuan pada penggunaan sumber daya, dan juga memotivasi mekanisme yang diperlukan bagi operasi yang efektif. Saringan moral bertujuan menjaga kepentingan diri tetap berada dalam batas-batas kepentingan sosial preferensi individual sesuai dengan prioritas sosial dan menghilangkan atau meminimalisasi penggunaan sumber daya untuk tujuan yang akan menggagalkan visi sosial tersebut. Ini akan bisa membantu meningkatkan keserasian antara kepentingan diri dan kepentingan sosial.

Nilai nilai keimanan inilah yang kemudian menjadi aturan yang mengikat. Dengan mengacu kepada aturan Ilahiah, setiap perbuatan manusia mempunyai nilai moral dan ibadah. Setiap tindakan manusia tidak boleh lepas dari nilai, yang secara vertikal merefleksikan moral yang baik, dan secara horizontal memberi manfaat bagi manusia dan makhluk lainnya.

Berbeda dengan paham naturalis yang menempatkan sumber daya sebagai faktor terpenting atau paham monetaris yang menempatkan modal finansial sebagai yang terpenting. Dalam ekonomi Islam sumber daya insani menjadi faktor terpenting.

1.3 Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi dalam Islam itu sesungguhnya bermuara pada akidah Islam, yang bersumber dari syariatnya. Ini baru dari satu sisi. Sedangkan dari sisi lain ekonomi Islam bermuara pada Al-Quran dan As-Sunnah Nabawiyah yang berbahasa Arab.

Ilmu Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak ada perbedaan antara Ilmu Ekonomi Islam dan Ilmu Ekonomi Islam Modern. Andaipun ada perbedaan, hal itu terletak pada sifat dan volumenya. Itulah sebebnya mengapa perbedaan pokok antara kedua sistem ilmu ekonomi dapat dikemukakan dengan memperhatikan penanganan masalah pilihan.

Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada macam macam tingkah masing-masing individu. Mereka mungkin atau mungkin juga tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam Ilmu Ekonomi Islam, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber semau kita. Dalam hal ini ada pembatasan yang serius berdasarkan ketetapan kitab suci Al-Quran dan Sunnah atas tenaga individu. Dalam Islam, kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa, sehingga dengan pengaturan kembali keadaannya, tidak seorangpun menjadi lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk didalam kerangka Al-Quran atau Sunnah. Artinya Islam tidak Zero Sum Games.

1.4 Karakteristik Ekonomi Islam

Ada beberapa hal yang mendorong perlunya mempelajari ekonomi Islam (Yafie, 2003,27) :
Meluruskan kekeliruan pandangan yang menilai ekonomi kapitalis (memberikan penghargaan terhadap prinsip hak milik) dan sosialis (memberikan penghargaan terhadap persamaan dan keadilan) tidak bertentangan dengan metode ekonomi Islam.
Membantu para ekonom muslimyang telah berkecimpung dalam teori ekonomi konvensional dalam memahami ekonomi islam.
Membantu para peminat studi fiqh muamalah dalam melakukan studi perbandingan antara ekonomi islam dengan ekonomi konvensional.

Sedangkan sumber karakteristik ekonomi Islam adalah Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam islam, yaitu asas akidah, akhlak, dan asas hukum (muamalah).

Ada beberapa karakteristik ekonomi islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mausu’ah Al-Ilmiyah wa al-amaliyah al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut :
Harta kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah atas harta.
Karakteristik pertama ini terdiri dari dua bagian yaitu :
Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik (kepunyaan Allah), firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 284.
Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Diantara ayat yang menjelaskan fungsi manusia sebagai khalifah atas harta adalah firman Allah dalam QS. Al-Hadiid ayat 7. Selain itu terdapat sabda Rasulullah SAW, yang juga mengemukakan peran manusia sebagai khalifah. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa semua harta yang ada ditangan manusia pada hakikatnya kepunyaan Allah, karena Dialah yang menciptakannya. Akan tetapi Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya. Dengan kata lain sesungguhnya Islam sangat menghormati hak milik pribadi, baik itu terhadap barang-barang konsumsi maupun barang-barang modal. Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain.
Dalam Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati walaupun hakikatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain dan tentu saja tidak bertentangan pula dengan ajaran Islam. Sementara dalam sistem kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan pemanfaatannyapun bebas. Sedangkan dalam sistem sosialis justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan oleh negara.
Ekonomi terikat dengan Akidah, Syariah (Hukum), dan Moral.
Hubungan ekonomi Islam dengan akidah Islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandangan Islam terhadap alam semesta yang disediakan untuk kepentingan manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syariah tersebut memungkinkan aktivitas ekonomi dalam Islam menjadi ibadah. Sedangkan diantara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam adalah :
- Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat.
- Larangan melakukan penipuan dalam transaksi.
- Larangan menimbun (menyimpan) emas dan perak atau sarana-sarana moneter lainnya, sehingga mencegah peredaran uang, karena uang sangat diperlukan buat mewujudkan perekonomian dalam masyarakat.
- Larangan melakukan pemborosan karena akan menghancurkan individu dalam masyarakat.
Keseimbangan antara kerohanian dan kebendaan.
Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Setiap aktivitas manusia didunia akan berdampak pada kehidupannya kelak diakhirat. Oleh karena itu, aktivitas keduniaan kita tidak boleh mengorbankan kehidupan akhirat. Islam menghendaki adanya keseimbangan antara dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan didunia ini hakikatnya adalah untuk mencapai tujuan akhirat. Prinsip ini jelas berbeda dengan prinsip sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis yang hanya bertujuan untuk kehidupan dunia saja.
Ekonomi Islam menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum.
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan-batasan yang ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum.
Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum. Ciri ini jelas berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan sistem ekonomi sosialis yang lebih menekankan kepentingan umum.
Kebebasan individu dijamin dalam Islam
Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktifitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan aturan yang telah digariskan oleh Allah SWT dalam Al-Quran maupun Al-Hadist. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlak.
Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak dibatasi norma-norma ukhrawi, sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatus dan ditujukan hanya untuk negara.
Negara diberi wewenang turut campur dalam perekonomian.
Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian sehingga kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidak adilan yang dilakukan oleh seseorang atau sejelompok orang, maupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agara seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.
Peran negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas berbeda dengan sistem kapitalis yang sangat membatasi peran negara. Sebaliknya juga berbeda dengan sistem sosialis yang memberikan kewenangan negara untuk mendominasi perekonomian secara mutlak.
Bimbingan Konsumsi
Allah SWT melarang manusia hidup suka bermewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum karena kekayaan.
Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-ilmiyah wa al-amaliyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu :
- Proyek yang baik menurut Islam.
- Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.
- Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
- Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.
- Melindungi kepentingan anggota masyarakat.
Zakat
Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.
Larangan Riba.
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu sebagai fasilitas transaksi dan sebagai alat penilaian barang. Diantara faktor yang menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba).

Menurut Marthon, hal-hal yang membedakan ekonomi Islam secara operasional dengan ekonomi sosialis maupun kapitalis adalah :
Dialektika Nilai-nilai Spritualisme dan Materialisme.
Sistem perekonomian kontemporer hanya peduli terhadap peningkatan utilitas dan nilai-nilai materialisme suatu barang, tanpa menyentuh nilai-nilai spritualisme dan etika kehidupan masyarakat. Sistem kapitalis memisahkan intervensi agama dari berbagai kegiatan dan kebijakan ekonomi, padahal pelaku ekonomi merupakan penggerak utama bagi perkembangan peradaban dan perekonomian masyarakat. Dalam ekonomi Islam terdapat dialektika antara nilai-nilai spritualisme dan meterialisme.
Kebebasan berekonomi
Dalam kerangka merelisasikan konsep kebebasan individu pada kegiatan ekonomi, kapitalisme menekankan prinsip persamaan bagi setiap individu masyarakat dalam kegiatan ekonomi secara bebas untuk meraih kekayaan. Realitanya konsep kebebasan tersebut menimbulkan kerancuan bagi proses distribusi pendapatan dan kekayaan. Selain itu sistem tersebut secara otomatis mengklasifikasikan masyarakat menjadi dua bagian, yaitu pemilik modal dan para pekerja.
Dalam konsep sosialisme masyarakat tidak mempunyai kebebasan sedikitpun dalam melakukan kegiatan ekonomi. Kepemilikan individu dihilangkan dan tidak ada kebesan untuk melakukan transaksi dalam kesepakatan perdagangan.
Ekonomi Islam tidak manfikan intervensi pemerintah. Kebijaksanaan pemerintah merupakan sebuah keniscayaan ketika perekonomian dalam kondisi darurat, selama hal ini dibenarkan secara syara’. Pada sisi lain kepemilikan dan kebebasan individu dibenarkan sepanjang tetap pada koridor syariah. Kebebasan tersebut akan mendorong masyarakat untuk beramal dan berproduksi demi tercapainya kemaslahatan hidup bermasyarakat.
Dualisme Kepemilikan
Hakikatnya pemilik alam semesta beserta isinya hanyalah Allah semata. Manusia hanya wakil Allah dalam rangka memakmurkan dan mensejahterakan bumi. Kepemilikan manusia merupakan derivasi kepemilikan Allah yang hakiki.Untuk itu setiap langkah dan kebijakan ekonomi yang diambil oleh manusia untuk memakmurkan lam semesta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang digariskan oleh Allah yang Maha Memiliki.
Konsep keseimbangan merupakan karakteristik dasar ekonomi Islam, karena Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan seimbang. Salah satu wujud keseimbangan kepemilikan manusia adalah adanya kepemilikan publik sebagai penyeimbang kepemilikan individu. Kepemilkan publik merupakan kepemilikan yang secara ashal telah ditentukan oleh syariah. Asas dan pijakan kepemilkan publik adalah kemaslahatan bersama. Segala komoditas dan jasa yang dapat menciptakan ataupun menjaga keseimbangan dan kemaslahatan bersama merupakan barang publik yang tidak boleh dimiliki secara individu. Kepemilikan barang publik dapat didelegasikan kepemerintah ataupun instansi lain yang mempunyai nilai-nilai amanah dan tanggungjawab, yang dapat dibenarkan oleh syariah.
Menjaga Kemaslahatan Individu dan Bersama.
Kemaslahatan dari individu dan masyarakat merupakan hal ynag terpenting dalam kehidupan ekonomi. Hal inilah yang menjadi karakteristik ekonomi Islam, dimana kemaslahatan individu dan bersama harus saling mendukung dan didikotomikan. Dalam arti, kemaslahatan individu tidak boleh dikorbankan demi kemaslahatan bersama dan sebaliknya. Dalam mewujudkan kemaslahatan kehidupan bersama, negara mempunyai hak intervensi apabila terjadi ekspoitasi atau kezaliman dalam mewujudkan sebuah kemaslahatan. Negara harus bertindak jika terjadi penyimpangan operasional yang merugikan hak-hak kemaslahatan.

Untuk mengatur dan menjaga kemaslahatan masyarakat, diperlukan sebuah instansi yang mendukung. Al-Hisbah merupakan instansi keuangan dalam pemerintahan islam yang berfungsi sebagai pengwas atas segala kegiatan ekonomi. Lembaga tersebut bertugas mengawasi semua infrastruktur yang terlibat dalam mekanisme pasar. Apabila dalam mekanisme terjadi penyimpangan operasional, maka Al-Hisbah berhak melakukan intervensi. Selain itu, Al-Hisbah mempunyai wewenang untuk mengatur tata letak kegiatan ekonomi, disamping diwajibkan untuk menyediakan semua fasilitas kegiatan ekonomi demi terciptanya kemaslahatan bersama.
Lembaga zakat merupakan sebuah kelaziman bagi terciptanya bangunan Ekonomi Islam. Institusi zakat merupakan elem yang berfungsi untuk menampung dana zakat dari muzakki (pembayar zakat). Institusi zakat mempunyai otoritas penuh dalam pengelolaan dan pendistribusian dana zakat. Juga mempunyai wewenang untuk menarik zakat dari para muzakki dan berkewajiban untuk mendistribusikannya kepada mustahik.

Empat Karakteristik dasar yang telah diuraikan merupakan elemen utama yang membedakan konsep Ekonomi Islam dengan ekonomi kontemporer. Dari beberapa literatur yang ada juga dapat ditemukan karakteristik lain sebagai rujukan atau prinsip dasar ekonomi Islam yaitu :
a. Saling menjaga kemaslahatan bersama dan saling mengasihi satu sama lain. Hal tersebut dapat direalisaikan dengan penetapan harga yang adil dan upah yang sesuai dengan pekerjaan serta aplikasi konsep shadaqah dan zakat.
b. Mengajak untuk menggunakan uang sebagai medium of exchange, bukan sebagai komoditas yang dapat menggiring seseorang terjerumus dalam transaksi ribawi. Menciptakan mekanisme pasaryang jauh dari praktek ikhtikar (monopoli), penipuan, dan tindak kezaliman.
c. Mengajak untuk bersama-sama meningkatkan pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi dengan cara bekerja secara propesional dan mendorong bangkitnya sektor produksi. Disamping itu harus dijauhkan sifat boros dan bermewah-mewahan didalam membelanjakan harta.
d. Memprioritaskan kemaslahatan bersama. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan mewajibkan pajak, tas’ir (penentuan harga), menentukan kaidah berkonsumsi dan mengelola harta orang safih (tidak mengetahui kalkulasi matematis ekonomi) serta menumbuhkan sektor produksi.

1.5 Metodologi Ekonomi Islam

Suatu sistem untuk mendukung ekonomi Islam seharusnya diformulasikan berdasarkan pandangan Islam tentang kehidupan. Berbagai aksioma dan prinsip dalam sistem sepertin itu seharusnya ditentukan secara pasti dan proses fungsionalisasinya seharusnya dijelaskan, agar dapat menunjukkan kemurnian dan aplikabilitasnya. Namun demikian, perbedaan yang nyata seharusnya ditaris antara sistem ekonomi Islam dan setiap tatanan yang bersumber padanya.

Selain itu suatu perbedaan harus ditarik antara bagian dari Hukum (Fiqh) Islam yang membahas hukum dagang (Fiqhul-Mu’malat) dan ekonomi Islam. Bagian yang disebut pertama menetapkan kerangka dibidang hukum untuk kepentingan bagian yang disebut belakangan, sedangkan yang disebut belakangan mengkaji proses dan penangulangan kegiatan manusia yang berkaitan dengan produksi, distribusi dan konsumsi dalam masyarakat Muslim Ekonomi Islam dibatasi oleh Hukum Dagang Islam, tetapi ini bukan satu-satunya pembatasan mengenai kajian ekonomi itu. Sistem sosial Islam dan aturan-aturan keagamaan mempunyai banyak pengaruh, atau bahkan lebih banyak terhadap cakupan ekonomi dibandingkan dengan sistem hukumnya.
Kajian tentang sejarah sangat penting bagi ekonomi karena sejarah adalah laboratorium umat manusia. Ekonomi, sebagai salah satu ilmu sosial, perlu kembali pada sejarah agar dapat melaksanakan eksperimen-eksperimennya dan menurunkan kecendrungan-kecendrungan jangka jauh dalam berbagai variabel ekonominya. Sejarah memberikan dua aspek utama kepada ekonomi yaitu, yaitu sejarah pemikiran ekonomi dan sejarah unit-unit ekonomi seperti individu-individu, badan-badan usaha, dan ilmu ekonomi itu sendiri.
Kajian tentang sejarah pemikiran ekonomi dalam Islam seperti itu akan membantu menemukan sumber-sumber pemikiran ekonomi Islam kontemporer, disatu pihak dan dilain pihak akan memberikan kemungkinan kepada kita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai perjalanan pemikiran ekonomi Islam selama ini. Kedua-duanya akan memperkaya ekonomi Islam kontemporer dan membuka jangkauan lebih luas bagi konseptualisasi dan aplikasinya.
Kajian terhadap perkembangan historis ekonomi Islam itu merupakan ujian-ujian empiris yang diperlukan bagi setiap gagasan ekonomi. Ini memiliki arti sangat penting, terutama dalam bidang kebijakan ekonomi dan keuangan negara.Namun peringatan terhadap adanya dua bahaya perlu dikemukakan bila aspek historis Islam itu diteliti. Pertama bahaya kejumbuhan antara teori dan aplikasinya, dan kedua, pembatasan teori dengan sejarahnya. Bahaya pertama muncul ketika para pemikir Ekonomi Muslim modern tidak membedakan secara jelas antara konsepsi Islam dan aplikasi-aplikasi historisnya. Bahaya kedua muncul ketika para ahli ekonomi Islam menganggap pengalaman historis itu mengikat bagi kurun waktu sekarang. Hal ini tercermin dalam ketidakmampuan dalam mengancang Al-Quran dan Sunnah itu secara langsung, yang pada gilirannya menimbulkan teori ekonomi Islam yang hanya bersifat historis dan tidak bersifat ideologis.
Rancangan historis dala kajian tentang ekonomi Islam itu kadang-kadang diterapkan dalam kaitannya dengan masyarakat muslim masa sekarang. Hal ini tercermin dari ekonomi Islam yang hanya bicara tentang harta dan penghasilan, konsumsin yang tidak semestinya dan sebagainya, bukan mengenai penangulangan mekanisme makroekonomi dari sistem ekonomi Islam itu. Tidak diragukan behwa beberapa persoalan dibeberapa negara Islam sekarang ternyata serius dan penting, dan bahwa persoalan-persoalan tersebut seharusnya dibahas dalam kerangka ekonomi Islam itu. Namun bila sistem ekonomi Islam itu merupakan sistem yang pokok bahasannya, misalnya, nasionalisasi industri dan panataan kepemilikan tanah.Batas-batas antara sistem ekonomi Islam yang bisa diaplikasikan terhadap perekonomian yang sehat dengan pertumbuhan yang normal, disatu pihak, dan tindakan-tindakan darurat yang dapat diambil oleh para pejabat penanggungjawab bidang perekonomian untuk membahas masalah sementara seperti peran ketidak adilan dalam distribusi, atau kemiskinan, dipihak lain seharusnya diberi demarkasi juga. Tanpa demarkasi seperti itu, ekonomi Islam akan menjadi kajian parsial terhadap gejala-gejala peralihan yang akan menimbulkan pemborosan setelah pembangunan negara-negara Islam itu. Ini tidak berarti bahwa persoalan-persoalan seperti persoalan-persoalan pembangunan itu tidak boleh mendapatkan perhatian langsung dari para ahli ekonomi Islam itu, melainkan harus diartikan bahwa persoalan-persoalan ini harus ditanggulangi didalam kerangka teori umum ekonomi Islam yang mempertahankan relevansinya dengan semua tahap pembangunan ekonomi dan suasana politik.

1.6 Fiqh Riba dan Zakat

1.6.1 Fiqh Riba
Bila ditinjau dari segi fiqh, menurut Qardhawi (2001) bunga bank sama dengan riba yang hukumnya jelas-jelas haram.
Suatu sistem ekonomi Islam harus bebas dari bunga (riba). Hanya sistem ekonomi Islam yang dapat menggunakan modal dengan benar dan baik, karena dalam sistem ekonomi kapitalis kita dapati bahwa manfaat keuntungan teknik yang dicapai oleh ilmu pengetahuan hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang saja.

1.6.2 Fiqh Zakat

Zakat yang dikeluarkan oleh mara muzaki akan dapat membersihkan dan menyucikan hati manusia, tidak lagi mempunyai sifat yang tercela terhadap harta, seperti rakus dan kikir. Zakat adalah sebuah ibadah materiil yang merupakan penyebab memperoleh rahmat dari Allah SWT.
Zakat menimbulkan dampak ekonomis yang sangat baik yaitu :
- Produksi, disini zakat akan menimbulkan new demander potensial sehingga akan meningkatkan permintaan secara agregat yang pada akhirnya akan mendorong produsen untuk meningkatkan produksi guna memenuhi permintaan yang ada.
- Investasi, disini peningkatan produksi akan mendorong perusahaan untuk meningkatkan investasi.
- Lapangan Kerja
Peningkatan investasi mendorong perluasan produksi yang lebih besar dan akan membuka kesempatan kerja.
- Pertumbuhan Ekonomi.
Peningkatan konsumsi secara agregat dan peningkatan investasi, akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi.
- Kesenjangan Sosial.
Zakat juga berperan dalam mendistribusikan pendapatan khususnya dalam mengurangi kesenjangan pendapatan yang pada akhirnya akan mengurangi kesenjangan sosial.


BAB III
KESIMPULAN

Sumber karakteristik ekonomi Islam adalah Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam islam, yaitu asas akidah, akhlak, dan asas hukum (muamalah).

Karakteristik ekonomi Islam :
- Harta kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah atas harta.
- Ekonomi terikat dengan Akidah, Syariah (Hukum), dan Moral.
- Keseimbangan antara kerohanian dan kebendaan.
- Kebebasan individu dijamin dalam Islam
- Negara diberi wewenang turut campur dalam perekonomian.
- Bimbingan Konsumsi
- Petunjuk Investasi
- Zakat
- Larangan Riba.

Prinsip dasar ekonomi Islam yaitu :
- Saling menjaga kemaslahatan bersama dan saling mengasihi satu sama lain.
- Mengajak untuk menggunakan uang sebagai medium of exchange, bukan sebagai komoditas yang dapat menggiring seseorang terjerumus dalam transaksi ribawi.
- Menciptakan mekanisme pasar yang jauh dari praktek ikhtikar (monopoli), penipuan, dan tindak kezaliman.
- Mengajak untuk bersama-sama meningkatkan pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi dengan cara bekerja secara propesional dan mendorong bangkitnya sektor produksi.
- Memprioritaskan kemaslahatan bersama.



DAFTAR PUSTAKA

- Nasution, Mustafa Edwin, Nurul Huda, dkk. Pengenalan Ekslusif Ilmu Ekonomi Islam. Jakarta : Kencana Prenada Group, 2006.
- Marthon, Said Sa’ad. Ekonomi Islam Di Tengah krisis Ekonomi Global. Jakarta : Zikrul Hakim, Oktober 2004.

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM

Luci Irawati dan Lukita Prakasa

Pendahuluan

Karakteristik utama Islam adalah keteraturan dan keserasian. Satu-satunya agama di dunia yang memiliki sistem dan konsep penataan kehidupan yang paling lengkap adalah agama Islam. Bayangkan, mulai dari bangun tidur di pagi hari hingga tidur kembali di malam hari dalam kehidupan seorang muslim, ada aturan dan tata cara yang harus dikerjakan. Mulai dari masalah Aqidah, ibadah, akhlak, keluarga, pendidikan, budaya, muamalah dan segala aspek kehidupan manusia baik materil atau non material. Kelengkapan aturan ini seiring dengan keserasian dengan karakteristik, sifat dan tingkah laku manusia. Ajaran Islam yang diturunkan Allah melalui Nabi Muhammad sudah dirancang sesuai dan cocok bagi seluruh umat manusia, karena sistem ini sebangun dan sesuai dengan kepribadian manusia.
Aktifitas ekonomi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu ekonomi Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konsep ajaran Islam. Dalam Islam aktifitas ekonomi yang diniatkan dan ditujukan untuk kemaslahatan dinilai sebagai ibadah. Oleh karena itu mempelajari ekonomi Islam dan menjalankan aktifitas ekonomi secara Islami menjadi suatu keharusan bagi umat Islam..

Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Kata konvensional secara bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu masalah atau perkara yang sudah diterima, digunakan dan dipraktikkan di dalam suatu masyarakat. Apabila dihubungkan dengan ekonomi, maka sistem ekonomi konvensional merupakan suatu sistem ekonomi yang sudah dipraktikkan secara meluas dalam suatu masyarakat. Dengan kata lain sistem ekonomi konvensional merupakan suatu sistem yang ditentukan oleh manusia di dalam suatu masyarakat yang bersifat dinamis, sehingga dapat berubah sesuai ketentuan dan kebutuhan masyarakat kebanyakan.
Dalam sejarah dunia, terdapat beberapa sistem ekonomi konvensional. yang sangat berpengaruh diantaranya: Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme dan Fasisme.

Kapitalisme
Faham Kapitalisme berasal dari Inggris abad 18, kemudian menyebar ke Eropa Barat dan Amerika Utara. Sebagai akibat dari perlawanan terhadap ajaran gereja, tumbuh aliran pemikiran liberalisme di negara-negara Eropa Barat. Aliran ini kemudian merambah ke segala bidang termasuk bidang ekonomi.
Dasar filosofis pemikiran ekonomi Kapitalis bersumber dari tulisan Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations yang ditulis pada tahun 1776. Isi buku tersebut sarat dengan pemikiran-pemikiran tingkah laku ekonomi masyarakat. Dari dasar filosofi tersebut kemudian menjadi sistem ekonomi, dan pada akhirnya kemudian mengakar menjadi ideologi yang mencerminkan suatu gaya hidup (way of life).
Smith berpendapat motif manusia melakukan kegiatan ekonomi adalah atas dasar dorongan kepentingan pribadi, yang bertindak sebagai tenaga pendorong yang membimbing manusia mengerjakan apa saja asal masyarakat sedia membayar Motif kepentingan individu yang didorong oleh filsafat liberalisme kemudian melahirkan sistem ekonomi pasar bebas, pada akhirnya melahirkan ekonomi Kapitalis.
Ciri ekonomi Kapitalisme merupakan sebuah sistem organisasi ekonomi kepemilikan privat (individu) atas alat-alat produksi dan distribusi (tanah, pabrik-pabrik, jalan-jalan kereta api, dan sebagainya) dan pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam kondisi-kondisi yang sangat kompetitif. Perusahaan milik swasta merupakan elemen paling pokok dari kapitalisme.
Hal tersebut sangat mempengaruhi distribusi kekayaan serta pendapatan karena individu-individu diperkenankan untuk menghimpun aktiva dan memberikannya kepada para ahli waris secara mutlak apabila mereka meninggal dunia. Ia memungkinkan laju pertukaran yang tinggi oleh karena orang memiliki hak pemilikan atas barang-barang sebelum hak tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain.
Kapitalisme sangat erat hubungannya dengan pengejaran kepentingan individu. Menurut Smith, setiap individu seharusnya diperbolehkan mengejar kepentingannya sendiri tanpa adanya campur tangan pihak pemerintah, untuk mencapai yang terbaik di masyarakat maka ia seakan-akan dibimbing oleh tangan yang tak nampak (the invisible hand).
Kebebasan ekonomi tersebut juga diilhami paham: "Laissez nous faire" (jangan mengganggu kita, (leave us alone), kata ini dikenal kemudian sebagai laissez faire. Prinsip laissez faire diartikan sebagai tiadanya intervensi pemerintah dalam perekonomian sehingga timbullah: kebebasan ekonomi dan sifat individualisme.
Dalam sistem ekonomi kapitalis berlaku "Free Fight Liberalism" (sistem persaingan bebas). Peranan swasta memegang peranan utama. Siapa yang mempunyai, menguasai dan mampu menggunakan kekuatan modal (Capital) secara efektif dan efisien akan dapat memenangkan pertarungan dalam bisnis.
Prinsip dasar, kebaikan dan keburrukan Sistem kapitalis dapat dilihat pada tabel berikut:
Prinsip Dasar
Ekonomi Kapitalis
Kebaikan
Ekonomi Kapitalis
Keburukan
Ekonomi Kapitalis
1. Kebebasan memiliki harta secara perseorangan
2. Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas
3. Kekuatan Modal untuk menikmati hak kebebasan dan mendapatkan hasil yang sempurna

1. Kebebasan ekonomi akan meningkatkan produktifitas masyarakat yang nantinya dapat meningkatkan kekayaan negara.
2. Persaingan bebas akan mewujudkan produksi dan tingkat harga pada tingkat yang wajar.
3. Motivasi mendapatkan keuntungan maksimum menyebabkan orang berusaha bekerja keras

1. Persaingan bebas mengganggu kapasitas kerja dan sistem ekonomi karena mengakibatkan banyak keburukan dalam masyarakat.
2. Menyebabkan ketidak selarasan karena semangat persaingan.
3. Hilangnya nilai-nilai moral kemanusiaan, seperti kasih sayang, persaudaran, kerjasama.
4. Menghalalkan segala cara untuk keuntungan individu
5. Perbedaan mencolok antara majikan (pemilik modal/kaum borjuis) dan pekerja (buruh)
6. Mengesampingkan masalah kesejahteraan masyarakat banyak

Disarikan dari buku Doktrin Ekonomi Islam-Afzalur Rahman hal 2 - 5

Sosialisme
Paham Sosialisme pada awal kelahirannya merupakan gerakan sosial masyarakat terhadap ketidak adilan yang timbul dari sistem kapitalisme. Gerakan sosial yang kemudian menjadi ideologi negara ini akhirnya berkembang menjadi gerakan ekonomi.
Sosialisme merupakan bentuk perekonomian di mana pemerintah memegang peranan utama dalam perekonomian. Pemerintah bertindak sebagai pihak yang dipercayai oleh seluruh warga masyarakat menguasai faktor-faktor produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Para pekerja masih bebas memiliki pekerjaan, namun peluang untuk mendapatkan keuntungan sangat kecil dibanding dengan sistem kapitalisme.
Hal pokok yang menonjol dalam masyarakat sosialis adalah kolektivisme atau rasa kerbersamaan. sosialisme dan menghilangkan kepemilikan individu / swasta. Untuk mewujudkan rasa kebersamaan ini, alakosi produksi dan cara pendistribusian semua sumber-sumber ekonomi harus diatur oleh negara.

Prinsip Dasar
Ekonomi Sosialis
Kebaikan
Ekonomi Sosialis
Keburukan
Ekonomi Sosialis
1. Pemilikan harta oleh negara
2. Kesamaan ekonomi
3. Disiplin politik
1. Setiap warga disediakan kebutuhan pokoknya.
2. Setiap individu mendapat pekerjaan, orang yang cacat dan lemah dibawah penguasaan negara
3. Semua pekerjaan dilaksanakan berdasarkan perencanaan.
4. Semua bentuk produksi dimiliki dan dikelola oleh negara.
1. Tawar menawar sangat sukar dilakukan sehingga Individu terpaksa mengorbankan kebebasan pribadinya.
2. Hak milik individu tidak diakui.
3. Sistem terikat kepada ekonomi diktator.
4. Kekuasaan berada ditangan kaum proletariat (buruh) yang kurang pendidikan, beradab, zalim dan balas dendam.
5. Mengesampingkan pendidikan moral, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Disarikan dari buku Doktrin Ekonomi Islam-Afzalur Rahman hal 6 - 8

Komunisme
Paham Komunisme juga muncul akibat kebobrokan sistem kapitalis. Aliran ekstrim yang muncul dengan tujuan yang sama dengan sosialismeini lebih bersifat gerakan ideologis dan mencoba hendak mendobrak sistem kapitalisme dan sistem lain yang telah mapan dengan tokohnya yang terkenal Karl Marx. Karl Marx sangat membenci kapitalisme, ia merupakan korban dan saksi sejarah, yang melihat para anak-anak dan wanita-wanita, termasuk keluarganya di eksploitasi oleh para kapitalis sehingga sebagian besar dari mereka terserang penyakit TBC dan tewas, karena beratnya penderitaan yang mereka alami. Sementara hasil jerih payah mereka dinikmati oleh para pemilik sumber daya (modal) yang disebutnya kaum Bourjuis.
Inti ajaran komunisme adalah produksi dan konsumsi secara bersama. Barang-barang dimiliki secara bersama-sama dan didistribusikan untuk kepentingan bersama sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota masyarakat. Motto mereka: from each according to his abilities to each according to his needs (dari setiap orang sesuai dengan kemampuan, untuk setiap orang sesuai dengan kebutuhan).3
Sepintas terlihat tujuan sosialisme dan komunisme sama, tetapi dalam pencapaia tujuannya kedua sistem ini sangat berbeda. Dalam sebuah negara sosialis, masyarakat masih mempunyai dapat memiliki dan menguasai lebih banyak harta dibanding sistem komunisme. Dalam Sistem Komunis hak milik individu sama sekali tidak diakui, hak mereka sebatas yang dibutuhkan saja. Komunisme adalah bentuk paling ekstrem dari sosialisme. Dalam sistem ini mana segala sesuatunya harus serba dikomando. Negara merupakan penguasa mutlak, perekonomian komunis sering disebut juga sebagai ’Sistem Ekonomi Totaliter’. Hal ini menunjuk pada suatu kondisi sosial di mana pemerintah yang main paksa dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya, meskipun dipercayakan pada asosiasi-asosiasi dalam sistem sosial kemasyarakatan yang ada.
Sistem ekonomi totaliter dalam praktiknya berubah menjadi sistem yang otoriter, dimana sumber-sumber ekonomi dikuasai oleh segelintir elite para penguasa partai Komunis.

Fasisme
Fasisme muncul dari filsafat radikal yang muncul dari revolusi industri yakni sindikalisme. Eksponen sindikalisme adalah George Sorel (1847-1922). Para penganjur sindikalisme menginginkan reorganisasi masyarakat menjadi: asosiasi-asosiasi yang mencakup seluruh industri, atau sindikat-sindikat pekerja
Mereka menganjurkan agar ada sindikat-sindikat pabrik baja yang dimiliki dan dioperasikan oleh para pekerja di dalam industri batu bara, dan begitu pula halnya pada industri-industri lain. Dengan demikian sindikat-sindikat yang ada pada dasarnya merupakan serikat-serikat buruh akan menggantikan negara. Peranan pemerintah dalam sistem ekonomi fasisme adalah pengendali dalam bidang produksi, sedangkan kekayaan dimiliki oleh pihak swasta.
Paham Fasisme sangat memuja superioritas nasionalisme, anti liberalisme. Ciri-ciri khas dari fasisme, antara lain: adanya sebuah ideologi yang sakral mendekati bahkan melampaui sifat agama; adanya seorang pemimpin yang terus mengkonstruksikan diri sebagai pihak yang penuh karisma.. Seringkali dalam pelaksanaan kehidupan ekonominya menggunakan kekuatan militer (rezim militer) untuk menguasai pihak lain. Fasisme yang kita kenal antaralain Nazi-Hitler, Jepang, Rezim Mussolini di Italia yang berakhir pada Perang Dunia II.
Dalam prakteknya, Fasisme dan Komunisme adalah dua gejala dari penyakit yang sama. Keduanya sering dikelompokkan sebagai sistem totaliter. Keduanya sama dalam hal pemerintahan, yaitu kediktatoran oleh satu kelompok tertentu. Komunis sering juga disebut Fasisme Kiri.

Ekonomi Islam
Dari keempat paham diatas, terlihat jelas bahwa terdapat perbedaan yang sangat mencolok dan bertolak belakang antara sistem ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis. Oleh karena itu pada umumnya sistem ekonomi di dunia dikelompokkan menjadi dua yaitu ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis.
Ekonomi Islam bukanlah pertengahan diantara ekonomi kapitalisme dan sososialisme. Ekonomi Islam mempunyai karakteristik tersendiri. Walaupun dalam beberapa hal terdapat poin kesamaan tertentu dalam mekanismenya dengan ekonomi konvensional. Keduanya tidak mungkin dan tidak pernah mungkin untuk dikompromikan. Harus diakui subjek dalam studi ekonomi Islam sangat dekat dengan ekonomi konvensional yaitu alokasi dan distribusi sumberdaya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas, tetapi kurang tepat juga anggapan yang menyatakan ekonomi Islam adalah ekonomi konvensional minus riba plus ZIS, karena filosophy dan tujuan yang mendasari subjek ekonomi Islam tidak ekivalen dengan ekonomi konvensional.
Yusuf Qardhawi dalam bukunya Norma dan Etika Ekonomi Islam menyebutkan ada empat ciri khas ekonomi Islam yang membedakannya dengan ekonomi konvensional yaitu ketuhanan (tauhid), etika (akhlak), kemanusiaan dan sikap pertengahan (keseimbangan). Dua prinsip yang pertama tidak akan kita jumpai pada landasan dasar ekonomi konvensional. Ekonomi konvensional melihat ilmu sebagai sesuatu yang sekuler (berorientasi hanya pada kehidupan duniawi-kini dan disini) dan sama sekali tidak memasukkan Tuhan serta tanggung jawab manusia kepada Tuhan diakhirat. Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan. Sistem ini bertolak dari Allah dan bertujuan akhir kepada Allah, dengan menggunakan sarana sesuai syariat Allah.
Ekonomi konvensional bebas nilai mengabaikan nilai-nilai moral dan etika dalam masyarakat.. Ekonomi konvensional bersifat sekuler, memisahkan ekonomi dan etika, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, menghalalkan segala cara untuk mencapai kepuasan/kesenangan pribadi/kelompok yang berorientasi pada materalisme/duniawi. Sementara ekonomi Islam diwarnai prinsip-prinsip keagamaan/relijius yang berorientasi pada kehidupan dunia dan diakhirat, jasmani dan rohani. Islam tidak memisahkan ekonomi dan etika (akhlak). Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat dan tidak terpisahkan.
Tujuan utama dari ekonomi konvensional adalah mencari kesenangan manusia 'happines and life satisfaction'. Selanjutnya dalam ekonomi konvensional happiness diasosiasikan dalam terminologi material dan hedonistis, perolehan pendapatan dan profit yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan jasmani (biological needs). Sehingga sangat rasional dalam aktifitas ekonominya adalah untuk melayani kecenderungan pribadi atau kelompok tertentu mendapatkan kekayaan, kesenangan jasmani dan kepuasan sensual. Karena kesenangan dan kepuasan sensual bergantung pada selera dan preferensi individu masing-masing, maka 'value judgement' akan disingkirkan sehingga individu memiliki kebebasan memutuskan apa yang mereka inginkan (freedom to pursue self interest).
Sistem ekonomi Islam juga berkarakter kemanusiaan. Kemanusiaan tidak bertolakbelakang dengan ketuhanan. Subtansi kemanusiaan berasal dari ketuhanan. Allahlah yang memuliakan manusia dan menjadikannya khalifah di muka bumi. Manusia dijadikan Allah sebagai pemakmur bumi yang wajib melaksanakan tugas untuk kepentingan Tuhannya, dirinya, keluarga, umat dan seluruh umat manusia. Ekonomi Islam mengajarkan manusia untuk menjalin kerjasama, tolong menolong, saling menyayangi sesama manusia dan jauh dari sifat iri, dengki dan dendam.
Prinsip keseimbangan pada ekonomi konvensional, dalam kenyataannya hanya sebatas teori yang dilandasi asumsi-asumsi. Pada kenyataannya keseimbangan dan kesejahteraan pada ekonomi konvensional tidak pernah terjadi. Dalam ekonomi konvensional, selalu ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan.. Kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin membuat jurang perbedaan yang semakin lebar.
Sifat pertengahan (keseimbangan) merupakan jiwa dari ekonomi Islam. Sebagaimana manusia mempunyai jiwa untuk hidup, maka keseimbangan yang adil merupakan inti utama dari ekonomi Islam. Keseimbangan / kesejahteraan tidak saja untuk pemenuhan kebutuhan dasar jasmani atau material, melainkan juga kebutuhan non-material diantaranya keadilan ketenangan batin/mental, keharmonisan keluarga dan masyarakat, persaudaraan umat manusia, kebebasan, keamanan harta benda, keamanan hidup, minimisasi kejahatan dan penekanan
Dari berbagai literatur perbedaan antara ekonomi Islam dan ekonomi konvensional (kapitalisme dan sosialisme) dapat disarikan pada tabel berikut:

Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Keunikan ajaran Islam adalah karena keluasan dan kedalaman asas-asas mengenai seluruh masalah manusia yang berlaku sepanjang masa. Seluruh sumber dan dasr hukum Islam merupakan mukjizat yang kekal. Al Quran sebagai kitab suci umat Islam memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif) dan abadi (universal) bagi seluruh umat manusia. Al Quran mengandung prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi yang ada dalam berbagai ayat di Al Qur’an dilengkapi dengan sunah-sunah dari Rasulullah melalui berbagai bentuk Al Hadits dan diterangkan lebih rinci oleh para fuqaha pada saat kejayaan Dinul Islamiyah baik dalam bentuk Ijma, Qiyas maupun Ijtihad.
Prinsip-prinsip umum yang membentuk ekonomi Islam menurut Adiwarman Karim, dalam bukunya Ekonomi Mikro Islam dapat diibaratkan sebagai sebuah bangunan yang dapat divisualisasikan sebagai berikut :

1. Nilai-Nilai Universal : Teori Ekonomi
Bangunan ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal yakni: Tauhid (keimanan), ‘Adl (keadilan), Nubuwwah (Kenabian), Khilafah (Pemerintahan) dan Ma’ad (Hasil). Kelima dasar ini menjadi inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori ekonomi Islam.
a. Tauhid (keesaan Tuhan)
Taudid merupakan fondasi ajaran Islam. Allah pemilik alam semesta dan semua sumber daya yang ada karena Allahlah yang menciptakan alam semesta dan besertaisinya. Oleh karena itu Allah adalah pemilik hakiki. Manusia hanya diberi amanah untuk memiliki untuk sementara waktu.
Dalam Islam semua yang diciptakan Allah ada manfaat dan tujuannya. Tujuan manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada-Nua. (QS 51:56), karena itu segala aktivitas yang ada hubungannya dengan alam (sumber daya) dan manusia (muamalah) dibingkai dalam kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepada-Nya kita akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita, termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis.
b. ‘Adl (Keadilan)
Dalam Islam Adil didefinisikan sebagai tidak menzalimi dan tidak dizalimi. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa para pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkelompok-kelompok dalam berbagai golongan. Golongan yang yang satu akan menzalimi golongan yang lain sehingga terjadi eksploitasi manusia atas manusia.
c. Nubuwwah
Allah mengutus para nabi dan rasul untuk memberikan bi,mbingan dan petunjuk dari Allah tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubah) ke asal muasal segala, yaitu Allah. Fungsi rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan dunia dan akhirat. Rasul terakhir dan sempurna yang harus diteladani sampai akhir zaman adalah Nabi Muhammad SAW.
Kegiatan ekonomi dan bisnis manusia harus mengacu pada prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh nabi dan Rasul. Sifat-sifat Rasul yang harus diteladani adalah :
· Siddiq (benar, jujur)
· Amanah (Tanggung jawab, kredible)
· Fathanah (Cerdas, bijaksana, intektualita)
· Tabligh (komunikatif, terbuka, marketing)

d. Khilafah
Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi, karena itu pada dasarnya manusia adalah pemimpin (Hadist: ”Setiap dari kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya.”)
Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia dalam Islam. Fungsi utamanya adalah agar menjaga keteraturan interaksi (muamalah) antar kelompok, agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan atau dikurangi.
Dalam Islam pemerintah memgang peranan penting dalam perekonomian> Peran utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syariah dan untuk memastikan supaya tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semuaini dalam kerangka pencapaian Maqashid Syariah yaitu memajukan kesejahteraan manusia.
e. Ma’ad (Hasil)
Hidup manusia tidak hanya di dunia, karena kita semua akan kembali kepada Allah. Allah melarang kita terikat pada dunia (QS:31:33) sebab bila dibandingkan dengan kesenangan akhirat, kesenangan dunia tidaklah seberapa. Manusia diciptakan untuk berjuan (QS:90:4) Perjuangan akan mendapat ganjaran / imbalan. Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan berlipat-lipat, perbuatan jahat akan mendapat hukuman yang setimpal. Prinsip ini menjadi motivasi dalam ekonomi dan bisnis, bahwa laba tidak hanya laba dunia tetapi meliputi laba akhirat. Karena itu konsep profit mendapat legitimasi dalam islam.

2. Prinsip-Prinsip Derivatif : Ciri-ciri Sistem Ekonomi Islam
Dari kelima nilai-nilai universal tersebut dibangunlah tiga prinsip derivative yang menjadi cirri-ciri dan cikal bakal system ekonomi Islam. Ketiga prinsip derivative itu adalah : multitype ownership, freedom to act dan social justice.
a. Multitype Ownership
Nilai tauhid dan ‘adl melahirkan konsep multiple ownership. Prinsip ini terjemahan dari nilai Tauhid : pemilik primer langit dan bumi dan seisinya adalah Allah SWT, sedangkan manusia diberi amanah untuk mengelolanya. Jadi manusia dianggap sebagai pemilik sekunder, dengan demikian dalam ekonomi islam kepemilikan pribadi atau swasta diakui.
Namun untuk menjamin keadilan, supaya tidak terjadi kezaliman, eksploitasi manusia atas manusia, maka cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Dengan demikian kepemilikan Negara dan nasionalisasi juga mendapat tempat dalam Islam. Sistem kepeilikan campuran, baik swasta-negara, swasta domestic-asing atau Negara asing juga diakui dalam ekonomi islam.

b. Freedom to Act
Pelaku-pelaku ekonomi yang menjadikan nabi dan rasul sebagai teladan dan model dalam melakukan aktivitasnya akan melahirkan pribadi-pribadi professional dan prestatif dalam segala bidang. Keempat nilai nubuwwah, siddiq, amanah, fathanah dan tabligh bila digabung dengan nilai keadilan dan khilafah (good governance) akan melahirkan prinsip freedom of act.
Freedom of act akan menciptakan mekanisme pasar, dengan syarat tidak ada distorsi (proses penzaliman). Potensi distorsi dikurangi dengan penghayatan nilai keadilan. Negara bertugas untuk menyingkirkan atau mengurangi market distortion, dan bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi (mu’amalah) pelaku-pelaku ekonomi dan bisnis untuk menjamin tidak dilanggarnya syariah, sehingga tercipta iklim ekonomi yang sehat.

c. Social Justice
Gabungan nilai khilafah dan ma’ad melahirkan prinsip keadilan social. Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya, dan menciptakan keseimbangan social si kaya dan si miskin.
Semua system ekonomi mempunyai tujuan yang sama, yaitu menciptakan system perekonomian yang adil. Namun tidak semua sistem mampu dan secra konsisten menciptakan sistem yang adil. Sejarah dan kenyataan membuktikan sistem kapitalis dan sosialis gagal mewujudkan keadilan dimasyarakat. Ekonomi islam merupakan jawaban / jalan keluar yang rasional untuk mewujudkan keadilan di masyarakat.

3. Akhlaq : perilaku Islami dalam Perekonomian
Semua nilai dan prinsip diatas dipayungi oleh konsep akhlaq. Akhlaq menempati posisi puncak, karena inilah tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yakni menyempurnakan akhlak manusia (Al Hadits: Innii bu’itsu li utammima makaarimal akhlaaq). Akhlaaq inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya.
Namun harus dicermati, walaupun Sistem ekonomi Islam mempunyai landasan yang kuat dan prinsip-prinsip ekonomi yang mantap bukan jaminan perekonomian umat Islam akan otomatis menjadi maju. Sistem ekonomi Islam hanya memastikan bahwa tidak ada transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syariah. Tetapi kinerja bisnis tergantung pelaku ekonomi, yang bisa saja dipegang oleh orang non muslim. Perekonomian umat Islam baru dapat maju bila pola fakir dan pola tingkah laku muslimin dan muslimat sudah professional (ihsan, itqan). Akhlak menjadi indikator, penentu keberhasilan bisnis yang dijalankan.

Pustaka
1. Maududoodi, Maulana Abul A’la. Capitalism Socialism and Islam. Kuwait, Islamic Book Publishers. 1987.
2. Wawasan Islam dan Ekonomi-Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia-1997
3. Choudury, Masudul Alam Contributions to Islamic Economic Theory, London: Mac Millan Press Ltd. 1986
4. Siddiqi,Muhammad Nejatullah Dr. Economics an Islamic Approach Islamabad: Institute of Policy Studies & The Islamic Foundation.
5. Islam dan Tantangan Ekonomi Dr. Umer Chapra GIP, 2000
6. Qardhawi, Yusuf Dr. Norma dan Etika Ekonomi Islam Jakarta: Gema Insani Press. 1997
7. Mannan M. Abdul Prof. MA.Phd Teori dan Praktek Ekonomi Islam (dasar-Dasar Ekonomi Islam). Yokyakarta: Penerbit PT Dana Bhakti Wakaf, 1997
8. Rahman,Afzalur Doktrin Ekonomi Islam Jilid I Yokyakarta: Penerbit Dana Bhakti Wakaf. 1995
9. Zaman, SM. Hasanuz Economic Functions of an Islamic State Islamabad: Published by : The Islamic Fondation 1991
10. Siddiqi, Muhammad Nejatullah Muslim Economic Thinking, A Survey of Contemporary Literature Produced by The Islamic Foundation 1981
11. Eldine, Achyar Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam..
www.uika-bogor.ac.id/jur07.htm - 53k -

12. Dahuri, Rokhmin. The Celestial Economy www.ham.go.id/index_HAM.asp?menu=artikel&id=441 - 34k –

13. Misnu, Didin Kristinawati Memposisikan Ekonomi Islam www.halalguide.info/content/view/428/46/ - 33k

14. Gamal, Merza Ekonomi Keseimbangan .
www.penulislepas.com/v2/?p=52 - 31k - 11 Sep 2006

15. Haron, Sabri. Sistem Ekonomi Islam Dan Sistem Ekonomi Konvensional : Suatu perbandingan
www.parti-pas.org/modules.php?name=News&file=article&sid=69 - 56k -

16. Imaduddin, Muhammad. Metodologi Ekonomi Islam
www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1061&Itemid=5 - 23k - 9 Sep 2006

17. Beik, Irfan Syauqi. Msc Celah Baru Ekonomi Islam
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=902&Itemid=5