Saturday, June 23, 2007

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM

ERWIN LEVIANTO dan MURSALIN


BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah ekonomi merupakan masalah yang universal, karenanya seluruh dunia menaruh perhatian yang besar terhadap permasalahan ekonomi. Para ahli ekonomi sibuk membuat asumsi-asumsi dan teori-teori yang pada akhirnya memunculkan blok-blok pemikiran dan menjadikan dunia terpecah menjadi blok barat dan blok timur; kapitalis dan komunis, dan seterusnya.

“Dunia ekonomi telah memasuki suatu fase ketidakstabilan yang luar biasa dan perjalanan masa depannya benar-benar tidak pasti,” tulis Helmut Schmidt kira-kira satu dekade yang lalu. Ironisnya kesalahan multidimensi terhadap falsafah, konsep, dan prinsip tersebut tidak dijawab secara menyeluruh. Pertanyaan : Apakah kesalahan itu ? bukan dicarikan jawaban secara menyeluruh tetapi hanya dicarikan jawaban yang bersifat simtom (gejala) saja, seperti jawaban atas pertanyaan : ketidakseimbangan anggaran, ekspansi moneter yang berlebihan, defisit neraca pembayaran yang begitu besar, tidak memadainya bantuan asing, dan lain sebagainya. Akibatnya, penyembuhannya hanya bersifat tentatif , untuk kemudian timbul lagi, bahkan lebih mendalam dan serius.

Karena itu, perlu dilakukan upaya yang serius untuk menganalisa akar persoalan tersebut dan kemudian menentukan strategi yang tepat untuk memberikan solusi yang paripurna dalam mengatasi krisis multidimensi ini.

Dalam pandangan Islam, permasalahan diatas tidak dapat diselesaikan hanya melalui perubahan yang bersifat kosmetik belaka, diperlukan perubahan yang bersifat mendasar mulai dari tatanan phylosofi yang akan membentuk teori ekonomi Islam, yang kemudian akan membentuk prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam sehingga pada akhirnya akan terbentuk secara otomatis perilaku Islami dalam ekonomi dan bisnis.
1.2. Tujuan

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menggambarkan perbedaan konsep ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam ditinjau dari sudut moral dan etika.

Selain itu, penulis juga akan menjabarkan filsafat, nilai dasar, nilai instrumental, dan rancang bangun ekonomi Islam.

1.3. Pembatasan Masalah

Pembahasan dalam makalah ini akan dibatasi pada 2 (dua) pokok bahasan, yaitu :
1). Pembahasan tentang rancang bangun dari ekonomi Islam yang dimulai dari pembahasan mengenai filsafat ekonomi Islam, nilai-nilai dasar ekonomi Islam, sampai dengan nilai instrumental ekonomi Islam.
2). Pembahasan tentang perbedaan konsep ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam ditinjau dari sudut moral dan etika.


BAB II. EKONOMI ISLAM KONTRA EKONOMI KONVENSIONAL

2.1 Sistematika Nilai Ekonomi

Sistematika merupakan penggolongan nilai-nilai menurut hirarki tertentu sehingga kita dapat menarik hubungan nilai dan interaksinya sehingga eksistensi suatu sistem dapat dijelaskan. Sistematika hirarki nilai dari suatu sistem pada dasarnya sama, yang membedakan adalah substansi dari nilai tersebut yang ditentukan oleh agama atau aliran pemikiran tertentu.

Berangkat dari hal tersebut diatas, maka perlu dibentuk perangkat nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental bagi kegiatan ekonomi yang dikehendaki oleh sistem. Tiga komponen penting dalam menyusun eksistensi ekonomi adalah : filsafat, nilai dasar, dan nilai instrumental ekonomi.

Filsafat ekonomi merupakan nilai dasar sistem ekonomi yang dibangun menurut dasar hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan sebagai pedoman nilai-nilai dan pandangan tentang kegiatan ekonomi. Bertolak dari filsafat sistem ekonomi, dapat diturunkan nilai-nilai dasar yang akan membangun kerangka sosial, legal, dan tingkah laku dari sistem. Selanjutnya akan didapatkan nilai-nilai instrumental sebagai perangkat aturan main yang akan menjamin terlaksananya sistem yang ada.

Menghadapi berbagai permasalahan ekonomi yang telah diuraikan diatas, kita hendaknya kembali kepada konsep segitiga (triangle) filsafat Tuhan-manusia-alam yang saling bersinergi.


Pemahaman yang keliru terhadap konsep filsafat ini akan berakibat penjungkirbalikan konsep segitiga (triangle) filsafat Tuhan-manusia-alam yang akan mengakibatkan terjadinya eksploitasi nilai-nilai dasar maupun instrumental, yang selanjutnya membawa manusia kepada pendewaan dirinya sendiri (anthroposentris) dan memasuki wilayah ekonomi sekuler dengan menggeser eksistensi Tuhan (teosentris) seperti pada ekonomi liberal kapitalis, atau dengan menghilangkan eksistensi Tuhan seperti pada ekonomi Marxis-Sosialis. Kenyataan telah menunjukan bahwa kedua bentuk ekonomi tersebut telah membuat manusia memperbudak dan mengeksploitasi manusia lain, kekayaan alam, dan bahkan juga Tuhan untuk memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan dirinya sendiri. Akibat selanjutnya adalah akan terjadi dekadensi nilai antar manusia dengan Tuhan, dehumanisasi manusia dengan manusia, dan disharmonisasi antara manusia dengan alam.

2.2 Filsafat Ekonomi Islam

Dalam filsafat ekonomi kapitalis tergambar prinsip laissez faire dan kekuasaan tersamar, kebebasan bagi individu diberikan seluas-luasnya untuk mengeruk keuntungan bagi dirinya. Filsafat ini memandang bahwa Tuhan itu ada tapi tidak ikut campur dalam urusan bisnis manusia. Jika kita mengacu pada konsep segitiga (triangle) filsafat Tuhan-manusia-alam, filsafat ini pada akhirnya akan membawa manusia kepada kehidupan yang materialistis.

Sedangkan dalam filsafat ekonomi Marxisme kita mengenal konsep perjuangan kelas dan pertentangan kelas, revolusi, dan kekuasaan kaum proletar. Perjuangan dan pertentangan kelas ini merupakan penjabaran dari filsafat konflik, modifikasi, dan gambaran macam-macam Tuhan bangsa Yunani yang satu sama lain bertentangan dengan kemauan dan keinginan masing-masing.

Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwa kedua macam filsafat tersebut ternyata telah menghasilkan ilmu ekonomi yang selain tidak dapat memecahkan permasalahan ekonomi secara bulat, tapi juga tidak sanggup memecahkan permasalahan manusianya, karena manusia hanya dianggap sebagai hewan ekonomi (homo economicus).

Lalu, apa filsafat ekonomi Islam ? Asas dari filsafat ekonomi Islam adalah Tauhid, dengan pokok doktrin sebagai berikut : “Dan sesungguhnya jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir); Siapakah yang menciptakan langit dan bumi ? Niscaya mereka menjawab : Allah” (QS Az-Zumar (39):38).


Tiga asas filsafat ekonomi Islam selanjutnya menjadi orientasi dasar ilmu ekonomi Islam, yaitu :
1) Dunia dengan segala isinya adalah milik Allah dan berjalan menurut kehendak-Nya.
2) Allah adalah pencipta semua mahluk dan semua mahluk tunduk kepada-Nya.
3) Iman kepada hari kiamat akan mempengaruhi tingkah laku ekonomi manusia menurut horizon waktu.

Makna dari tiga asas pokok filsafat ekonomi Islam yang merupakan orientasi dasar ilmu ekonomi dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Dunia ini, semua harta dan sumber-sumber kakayaan adalah milik Allah dan dimanfaatkan sesuai dengan aturan-Nya. Kepunyaan-Nya apa yang ada dilangit dan segala yang dibumi, semua yang ada diantara keduanya dan apa yang dibawah tanah (QS. Al Baqarah (2):6). Kemudian bagi Allah kerajaan langit dan bumi dan apa yang didalam semuanya, dan Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu (QS. Al-Maidah(5):20). Manusia sebagai khalifah-Nya hanya memiliki hak khilafah dan tidak absolute serta harus tunduk melaksanakan hukum-Nya. Sehingga mereka yang menganggap kepemilikan secara tidak terbatas berarti ingkar kepada kekuasaan Allah. Implikasi dari status kepemilikan menurut Islam hak manusia atas barang atau jasa itu terbatas. Hal ini jelas berbeda dengan kepemilikan mutlak oleh individu pada sistem kapitalis dan oleh kaum proletar pada sistem sosialis. Doktrin yang menyatakan bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu dan kehidupan di alam semesta merupakan landasan nilai sistem ekonomi Islam.

2) Allah itu Esa, pencipta segala mahluk dan semua yang diciptakan-Nya tunduk kepada-Nya. Salah satu ciptaan-Nya adalah manusia yang memilik hak dan kewajiban yang sama sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Alam ini, flora dan fauna ditundukan oleh Allah bagi umat manusia sebagai manfaat ekonomis dan bahan kebutuhan umat manusia (QS Al-An’am (6):142-145; An-Nahl(16):10-16; Faathir(35):27-29; dan Az_Zumar (39):21). Semua manusia adalah sama dan tidak terbentuk atas kelas-kelas, perbedaannya terletak pada ketakwaan dan amal shalehnya (QS Al-Baqarah (2):213 dan Al-Mu’min (40):13). Sedangkan ketidakmerataan karunia, nikmat dan kekayaan sumber-sumber ekonomi kepada perorangan adalah kuasa Allah pula, tujuannya adalah agar mereka yang diberi kelebihan sadar untuk menegakan persamaan dalam masyarakat (egalitarian) dan bersyukur kepada-Nya (QS Al-Maa’un (107):1-7 dan Al-Hadiid (57):7). Implikasi dari doktrin ini adalah bahwa antara manusia itu terjadi persamaan dan persaudaraan dalam kegiatan ekonomi, yakni syirkah dan qirad atau bagi hasil (profit and lost sharing).

3) Iman kepada hari kiamat sebagai asas ketiga sangat penting dalam filsafat ekonomi Islam, karena akan mempengaruhi tingkah laku ekonomi manusia menurut horizon waktu. Seorang muslim yang melakukan tindakan ekonomi akan mempertimbangkan akibatnya pada hari kemudian. Menurut dalil ekonomi, hal ini mangandung maksud bahwa orang akan membandingkan manfaat dan biaya (cost and benefit) dalam memilih kegiatan ekonomi dengan menghitung nilai sekarang dan hasil yang akan diperoleh pada masa yang akan datang. Hasil kegiatan mendatang adalah semua yang diperoleh baik sebelum maupun sesudah mati (extended time horizon).

2.3 Nilai Dasar Ekonomi Islam

Jika kita cermati, dalam sistem kapitalisme asas yang dianut adalah laissez faire, artinya hak kepemilikan perorangan adalah absolute tanpa batas, terjaminnya kebebasan melakukan segala macam kegiatan ekonomi dan transaksi menurut persaingan bebas. Demikian pula untuk norma individualnya ditarik dari individualisme dan utilitarianisme. Hal ini berarti setiap komoditi itu dianggap baik secara moral dan ekonomi sepanjang dapat dijual. Sedangkan dalam sistem Marxisme, hak memiliki dikuasai kaum proletar yang diwakili oleh kepemimpinan diktator.

Lalu bagaimana nilai dasar ekonomi Islam yang memiliki asas filsafat tauhid ? Tauhid memiliki konteks etika yang menunjuk pada integrasi antara aspek-aspek spiritual dan temporal dalam eksistensi manusia. Tauhid bukan saja sebagai tujuan (objective), tapi juga merupakan pedoman bagi proses dinamis, satu hal yang sangat relevan bagi ilmu ekonomi. Nilai-nilai dasar ekonomi yang berfalsafah tauhid meliputi :
1) Kepemilikan (ownership).
2) Keseimbangan (equilibrium).
3) Keadilan (justice).

Ketiga nilai tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Kepemilikan (ownership) dalam ekonomi Islam adalah :
a) Kepemilikan terletak pada manfaatnya bukan penguasaan secara mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi.
b) Kepemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia di dunia, dan bila kita meninggal dunia, harus didistribusikan kepada ahli waris menurut ketentuan Islam.
c) Kepemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak.

2) Keseimbangan (equilibrium) terlihat pengaruhnya pada tingkah laku ekonomi muslim, misalnya kesederhanaan (moderation), berhemat (parsimony), dan menjauhi pemborosan (extravagance). Konsep keseimbangan ini tidak semata diarahkan pada timbangan kebaikan dunia akhirat saja tapi juga berkaitan dengan keseimbangan atas kepentingan perorangan dan kepentingan umum. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

3) Keadilan (justice) berkaitan dengan perilaku ekonomi umat manusia mengandung pengertian sebagai berikut :
a) Keadilan berarti kebebasan yang bersyarat akhlak Islam.
b) Keadilan harus ditetapkan disemua fase kegiatan ekonomi.



2.4 Nilai Instrumental Ekonomi Islam

Dari pokok bahasan diatas kita telah melakukan sistematika secara bertahap, mulai dari filsafat, nilai-nilai dasar dan kemudian akan kita ikuti dengan nilai-nilai instrumental. Tiap sistem ekonomi menurut aliran pemikiran dan agama tertentu memiliki perangkat nilai instrumental yang berbeda pula. Dalam sistem kapitalisme nilai instrumental terletak pada nilai persaingan sempurna dan kebebasan tanpa hambatan. Sedang dalam marxisme, semua perencanaan ekonomi dilaksanakan secara sentral melalui proses berulang yang mekanistik, pemilikan kaum proletar terhadap faktor-faktor produksi diatur secara kolektif.

Dalam ekonomi Islam, nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan pada umumnya, meliputi : zakat, larangan riba, kerjasama ekonomi, jaminan sosial, dan peran negara.

1) Zakat
Sumber utama pendapatan dalam pemerintahan Islam adalah zakat, yang notabene meruapakan salah satu dari rukun Islam. Menurut Qardhawi, zakat merupakan sumber dana jaminan sosial. Zakat memainkan peranan penting dan signifikan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, dan berpengaruh nyata pada tingkah laku konsumsi umat. Oleh karena itu, Qardhawi lebih tegas menyatakan bahwa zakat tersebut-dalam konteks umat- menjadi sumber dana yang sangat penting. Zakat berpengaruh pula terhadap pilihan konsumen dalam mengalokasikan pendapatannya untuk tabungan atau konsumsi atau investasi. Pengaruh zakat pada aspek sosio-ekonomi yaitu memberikan dampak terciptanya keamanan masyarakat dan menghilangkan pertentangan kelas yang diakibatkan oleh perbedaan pendapatan. Pelaksanaan zakat oleh negara menunjang terbentuknya keadaan ekonomi, yakni peningkatan produktivitas yang disertai dengan pemerataan pendapatan serta peningkatan lapangan kerja bagi masyarakat.

2) Pelarangan Riba
Sarana untuk mencegah timbulnya ketidakadilan adalah pelarangan riba. Hakikat pelarangan riba dalam Islam adalah suatu penolakan terhadap timbulnya resiko finansial tambahan yang ditetapkan dalam transaksi uang atau modal maupun jual beli yang dibebankan kepada satu pihak seaja sedangkan pihak lainnya dijamin keuntungannya. Menurut Qardhawi, bahwa nash Al Qur’an yang berkaitan dengan riba menunjukan bahwa dasar pelaranagn riba adalah melarang perbauatan dzhalim bagi masing-masing dari kedua belah pihak (tidak boleh mendzhalimi dan tidak boleh didzhalimi).

3) Kerjasama Ekonomi
Kerjasama (cooperative) dalam ekonomi Islam adalah merupakan kontra dari kompetisi bebas dari ekonomi kapitalis dan kediktatoran ekonomi sosialis. Doktrin kerjasama dalam ekonomi Islam dapat meningkatkan kesejahteraan dan mencegah kesenjangan sosial, mencegah penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan yang tidak merata, melindungi kepentingan ekonomi lemah. Dengan ekonomi yang berdasarkan kerjasama ini menghendaki organisasi dengan prinsip syirkah, yang kuat membantu yang lemah. Qiradh atau syirkah dalam Islam jelas berbeda dengan ekonomi non-Islami yang individualistis yang mengajarkan konflik antar pesaing dan memenangkan yang terkuat, sehingga melahirkan usaha untuk memupuk kekayaan, pemusatan kekayaan, pemusatan kekuatan dan ketidakadilan ekonomi, pertentangan antar kelas dan akhirnya kejatuhan bangsa dan kebudayaan.



4) Jaminan Sosial
Tujuan dari jaminan sosial adalah untuk menjamin tingkat dan kualitas hidup yang minimum bagi seluruh lapisan masyarakat. Jaminan sosial secara tradisional berkonotasi dengan pengeluaran sosial baik untuk kepentingan Negara ataupun untuk kebajikan humanis dan tujuan bermanfaat lainnya menurut syariat Islam. Nilai jaminan sosial akan mendekatkan manusia kepada Allah dan karunia-Nya, membuat manusia bersih dan berkembang, menghilangkan sifat tamak, sifat mementingkan diri sendiri, dan hambatan-hambatan terhadap stabilitas dan pertumbuhan sosio-ekonomi. Jaminan sosial akan membuat manusia lebih siap memasuki hari perhitungan karena telah mnejual dirinya untuk mencari kenikmatan Illahi. Pengeluaran sosial manusia dalam Islam akan memperoleh imbalan nyata dalam kehidupan didunia dan akhirat.

5) Peran Negara
Yang terakhir adalah peran negara dalam fungsionalisasi ekonomi Islam. Dalam hal ini negara berperan sebagai pemilik manfaat sumber-sumber, produsen, distributor dan sekaligus sebagai lembaga pengawasan kehidupan ekonomi (lembaga hisbah). Dalam kaitan dengan peranan Negara, Qardhawi mengatakan : “Tugas negara (Islam) adalah mengubah pemikiran menjadi amal perbuatan, mengubah nilai menjadi hukum undang-undang, memindahkan moralitas kepada pratik-praktik konkret, dan mendirikan berbagai lembaga dan instansi yang dapat melaksanakan tugas penjagaan dan pengembangan semua tersebut. Juga mengawasi pelaksanaan setelah itu; sejauh manakah pelaksanaan dan ketidakdisiplinan terhadap kewajiban yang diminta dan menghukum orang yang melanggar atau melalaikan pelecehan”.



2.5 Rancang Bangun Ekonomi Islam

Walaupun pemikiran para ekonom Islam terbagi dalam tiga mazhab; mazhab Bagir as-Sadr, mazhab mainstream, dan mazhab Alternatif-Kritis; tapi pada dasarnya mereka setuju dengan prinsip-prinsip umum yang mendasari ekonomi Islam. Prinsip-prinsip umum ini secara keseluruhan membentuk rancang bangun ekonomi Islam.

Fondasi dari rancang bangun ekonomi Islam diatas didasarkan pada lima nilai universal sebagai teori-nya, yaitu Tauhid (Keimanan), ‘Adl (Keadilan), Nubuwwah (Kenabian), Khilafah (Pemerintahan), dan Ma’ad (Hasil).

Teori tersebut hanya akan menjadi kajian ilmu saja jika tidak diterapkan menjadi system, karena itu dari kelima dasar tersebut dibangunlah tiga prinsip yang menjadi ciri dan cikal bakal ekonomi Islam, yaitu : Multiple Ownership, Freedom to Act, dan Social Justice.

Diatas semua nilai dan prinsip dibangunlah konsep yang memayungi semuanya, yaitu Akhlak. Akhlak menempati posisi puncak karena dialah yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yaitu untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak ini lah yang akan menjai panduan pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya.

2.5.1.Nilai-Nilai Universal Teori Ekonomi Islam

1) Tauhid
Tauhid merupakan fondasi ajaran Islam. “tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah”, dan “tidak ada pemilik langit, bumi, dan isinya, selain daripada Allah” karena Allah adalah pencipta alam semesta dan isinya dan sekaligus pemiliknya, termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada.

2) ‘Adl
Manusia sebagai khalifah dimuka bumi harus memelihara hokum Allah di bumi, dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat daripadanya secara adil dan baik.

3) Nubuwwah
Karena kasih saying dan kebijaksanaannya Allah mengutus para nabi dan rasul untuk membimbing kita semua. Bagi kita umat muslim, Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW yang memiliki sifat-sifat utama yang harus diteladani, yaitu :
a) Siddiq
b) Amanah
c) Fthanah
d) Tabligh

4) Khilafah
Pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin, baik sebagai individu, kepala keluarga, pemimpin masyarakat atau kepala Negara. Fungsi utamanya adalah menjaga keteraturan interaksi antar kelompok-termasuk dalam bidang ekonomi-agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan atau dikurangi.
5) Ma’ad
Secara harfiah ma’ad berarti “kembali”. Karena kita semua akan kembali kepada Allah. Pandangan muslim tentang dunia akhirat dapat dirumuskan sebagai berikut : “Dunia adalah lading akhirat”. Artinya, dunia adalah ladang bagi manusia untuk berusaha dan beramal shaleh, namun akhirat jauh lebih baik daripada dunia.


2.5.2 Prinsip-Prinsip Derivatif : Ciri Ekonomi Islam

1) Multiple Ownership (Kepemilikan Multijenis)
Nilai tauhid dan nilai ‘adl melahirkan konsep multiple ownership. Dalam ekonomi kapitalis, prinsip kepemilikan umum adalah swasta; dalam sosialis, kepemilikan negara; sedangkan dlama Islam berlaku kepemilikan multijenis , yakni mengakui bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik oleh swasta, negara atau campuran.

2) Freedom to Act (Kebebasan Bertindak/Berusaha)
Penerapan nilai nubuwwah akan melahirkan pribadi yang professional dan prestatif dalam berbagai bidang termasuk bidang ekonomi dan bisnis. Keempat nilai nubuwwah tersebut jika digabungkan dengan nilai ‘adl dan nilai khilafah akan melahirkan prinsip freedom to act pada setiap diri muslim, khususnya pelaku ekonomi dan bisnis.

3) Social Justice (Keadilan Sosial)
Gabungan nilai khilafah dan nilai ma’ad akan melahirkan prinsip keadilan social. Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan social antara yang kaya dan yang miskin.


2.5.3 Akhlak : Perilaku Islami Dalam Perekonomian

Landasan teori dan prinsip ekonomi Islam menuntut adanya manusia yang mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam teori dan system tersebut. Harus ada manusia yang berlaku professional (ihsan) dan tekun (itqan) dalam bidang ekonomi, baik dalam kapasitasnya sebagai produsen, konsumen, pengusaha, karyawan ataupun sebagai pejabat pemerintah.

Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional Ditinjau dari Sudut Moral dan Etika
Ekonomi
Sistem Ekonomi
Ekonomi Islam
Sosialisme
Kapitalis
Landasan Filosofi :

Individualisme dalam peran dari wakil (vicegerent) Tuhan dibumi dengan tujuan untuk mencapai “Falah” di dunia dan akhirat, pertanggungjawaban atas kinerja
Landasan Filosofi :

Materialisme dialektikal
Landasan Filosofi :

Individualisme utilitarian berdasarkan filosofi laissezfaire
Dasar landasan mikro :

“Muslimin”
(Ahsani Taqwim)

Dasar landasan mikro :

Tidak ada kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi

Dasar landasan mikro :

“Manusia Ekonomi”
Paradigma : Syariah
Paradigma : Marxisme
Paradigma : Ekonomi Pasar
Setelah perekonomian kita didominasi oleh kekuatan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, dimana sistem ekonomi kapitalis yang (tampak) lebih menjanjikan kemakmuran masyarakat yang menjadi tujuan sistem perekonomian dibandingkan dengan sistem ekonomi sosialis, saat ini mulai ramai dibicarakan suatu sistem yang dapat menjadi solusi yaitu sistem ekonomi Islam.

Dari gambar diatas dapat kita tarik beberapa hal penting, pertama, sistem ekonomi Islam berdasarkan pendekatan keilmuan sejajar kedudukannya dengan sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Kedua, jika kita cermati, sistem ekonomi Islam berbeda dengan kedua sistem lainnya. Gambar diatas menjelaskan secara gamblang perbedaan mendasar dalam hal paradigma, dasar fondasi mikro, maupun landasan filosofisnya. Sebagai contoh, bagi paham kapitalisme adalah sah saja seseorang untuk melakukan bisnis apa saja selama itu memberikan keuntungan bagi mereka. Tapi dalam ekonomi Islam ada ketentuan yang mengatur untuk tidak memperdagangkan komoditi atau jasa tertentu yang melanggar aturan syariah, misalnya menjual babi, minuman keras, perjudian, dan lain sebagainya.

Berikut ini adalah beberapa perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional sebagai berikut :
1) Dalam Islam, dunia ini, semua harta dan sumber-sumber kakayaan adalah milik Allah dan dimanfaatkan sesuai dengan aturan-Nya.. Hal ini jelas berbeda dengan kepemilikan mutlak oleh individu pada sistem kapitalis dan oleh kaum proletar pada sistem sosialis.
2) Allah itu Esa, pencipta segala mahluk dan semua yang diciptakan-Nya tunduk kepada-Nya. Salah satu ciptaan-Nya adalah manusia yang memilik hak dan kewajiban yang sama sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Ekonomi kapitalis membawa manusia kepada pendewaan dirinya sendiri (anthroposentris) dan memasuki wilayah ekonomi sekuler dengan menggeser eksistensi Tuhan (teosentris), dan ekonomi Marxis-Sosialis malah menghilangkan eksistensi Tuhan.


3) Iman kepada hari kiamat sebagai asas ketiga sangat penting dalam filsafat ekonomi Islam, karena akan mempengaruhi tingkah laku ekonomi manusia menurut horizon waktu. Seorang muslim yang melakukan tindakan ekonomi akan mempertimbangkan akibatnya pada hari kemudian. Hasil kegiatan mendatang adalah semua yang diperoleh baik sebelum maupun sesudah mati (extended time horizon). Value ini tidak kita temukan dalam ekonomi kapitalis dan sosialis.
4) Jika kita cermati, dalam sistem kapitalisme asas yang dianut adalah laissez faire, artinya hak kepemilikan perorangan adalah absolute tanpa batas, terjaminnya kebebasan melakukan segala macam kegiatan ekonomi dan transaksi menurut persaingan bebas. Demikian pula untuk norma individualnya ditarik dari individualisme dan utilitarianisme. Hal ini berarti setiap komoditi itu dianggap baik secara moral dan ekonomi sepanjang dapat dijual. Sedangkan dalam sistem Marxisme, hak memiliki dikuasai kaum proletar yang diwakili oleh kepemimpinan diktator. Dalam ekonomi Islam menganut asas filsafat tauhid.
5) Dalam sistem kapitalisme nilai instrumental terletak pada nilai persaingan sempurna dan kebebasan tanpa hambatan. Sedang dalam marxisme, semua perencanaan ekonomi dilaksanakan secara sentral melalui proses berulang yang mekanistik, pemilikan kaum proletar terhadap faktor-faktor produksi diatur secara kolektif. Dalam ekonomi Islam, nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan pada umumnya, meliputi : zakat, larangan riba, kerjasama ekonomi, jaminan sosial, dan peran negara.

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan filsafat, nilai dasar, dan nilai instrumental ekonomi Islam; prinsip-prinsip ekonomi Islam secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung-jawabkannya di akhirat nanti.
2) Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
3) Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam adalah kerjasama. Seorang muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam Al Qur'an: 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara kamu…' (QS.4:29).

4) Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur'an mengungkap kan bahwa, 'Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…' (QS 57:7). Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis, dimana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan-umum.
5) Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, "Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput dan api" (Al Hadits). Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak boleh dikuasai oleh individu.
6) Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur'an sebagai berikut: 'Dan takutlah pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak teraniaya…' (QS 2:281). Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.

7) Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (Nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat para alim-ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari transaksi (Net Earning from Transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari pendapatan bersih investasi.
8) Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur'an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur'an secara berturut-turut dari QS 39:39, QS 4:160-161, QS 3:130-131 dan QS 2:275-281.
3.2. Saran

Seperti telah penulis kemukakan diawal pemecahan terhadap permasalahan ekonomi tidak dapat dilakukan hanya dengan menyelesaikannnya secara simtom (gejala) saja tapi diperlukan suatu langkah terstruktur dan komprehensif.

Islam sebagai way of life, sebagai rahmatan lil alamin telah memberikan petunjuk kepada kita tentang bagaimana suatu keteraturan itu dibentuk disemua lini kehidupan baik dunia maupun akhirat, termasuk aturan dalam bermuamalah atau kita persempit lagi, aturan berekonomi dan berbisnis.

Penulis berpendapat bahwa penyelesaian terhadap situasi dan kondisi perekonomian yang kurang menguntungkan baik secara personal, regional, maupun global hanya dapat diatasi jika kita melakukan pembenahan yang mengakar, dan harus dimulai dari filsafat hidup yang sesuai syariah sebagai stigma awal pemicu perubahan.

Untuk itu, penulis menyarankan kepada kita semua untuk segera melakukan sosialisasi dan implementasi ekonomi syariah agar tidak menjadi bersifat ekslusive tapi kita arahkan agar menjadi inklusive dan harus dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan) . Hal paling dekat yang bisa kita lakukan antara lain :
1). Sosialisasi melalui media dakwah di masjid-masjid dan kelompok pengajian.
2). Memasukan ekonomi syariah sebagai salah satu mata ajaran wajib dalam kurikulum di pesantren, madrasah atau sekolah-sekolah dengan basis Islam lainnya.
3). Sosialisasi melalui media-media baik elektronik maupun cetak secara terus menerus dan konsisten.


DAFTAR PUSTAKA

1). Muhammad. 2005. Pengantar Akuntansi Syariah - Edisi Revisi. Salemba Empat. Jakarta.
2). Karim, Adiwarman. 2002. Ekonomi Mikro Islami. IIIT Indonesia. Jakarta.
3). Metwally, M.M. 1995. Teori dan Model Ekonomi Islam – edisi terjemahan. PT. bangkit Daya Insani. Jakarta.
4). Chapra, Umer. 2000. Sistem Moneter Islam – edisi terjemahan. Gema Insani Press. Jakarta.
5). Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam. Graha Ilmu. Yogyakarta.
6). http://portal.hayatulislam.net/ , Paradigma Ekonomi Islam, M. Shiddiq al-Jawi. Publikasi 28/04/2005.
7). http://www.tazkiaonline.com/ , Prinsip-prinsip Operasional Bank Islam, Drs. Zainul Arifin, MBA. Publikasi 22 November 2000.
8). http://www.muamalat-institute.com/ , Pengertian Ekonomi Islam, Cuplikan dari Buku Saku Lembaga Bisnis Syariah, terbitan PKES

No comments: